Urgensi Reformasi Institusi Polri, Bukan Sekedar Ganti Pejabat.
Refleksi HUT RI 77 dan HUT Bhayangkara atas Kasus Kematian Brigadir J.
Menjelang HUT RI ke 77 Kasus kematian Brigadir J terjadi. Seharusnya Polri yang baru merayakan HUT Bhayangkara 1 Juli 2022 bergembira ria. Seminggu kemudian kejadian pembunuhan berencana ini terjadi. Korbannya polisi. Pelakunya polisi dan lokasi kejadiannya di komplek pemukiman polisi. Otopsi di Rumah Sakit Polisi. Hasilnya tidak dijelaskan secara ilmiah. Tertutup gaya polisi. Bukan gaya dokter forensik yang setia dengan sumpah jabatan dokternya.
Setelah kejadian, dikarang cerita dan skenario pembunuhan. Pertama polisi tembak polisi. Kemudian muncul berita pelecehan seksual dari polisi kepada isteri jenderal polisi. Kemudian cerita itu ambyar. Bareskrim menghentikan laporan kasus percobaan pembunuhan yang dilaporkan Briptu Martin Gabe dari Polres jakarta Selatan dan pelecehan seksual yang dilaporkan Puteri Candrawathi isteri Ferdy Sambo dengan tersangka almarhum Brigadir J.
Dalam rangka HUT Bhayangkara dan HUT RI ke 77 ada noda dalam institusi polisi. Pembunuhan berencana dari seorang jenderal polisi dengan memerintahkan bawahannya. Sadis dan tidak berperikemanusiaan. Heboh. Menggemparkan dunia. Anak-anak negeri ikut menonton, padahal menurut Menkopolhukam ini tontonan yang sensitif dan konten ini hanya untuk orang dewasa.
Apakah peristiwa kematian Brigadir J ini dilakukan oleh oknum Polri? Atau sudah dilakukan sebuah institusi? Jika sampai 84 pejabat terlibat mulai dari jajaran Polres, Polda dan Mabes Polri bahkan diduga ikut terlibat penasehat Kapolri, apakah ini masih layak disebut sebagai tindakan oknum? Apalagi jika terbukti nanti dokter forensik yang melakukan otopsi pertama ikut terlibat menutupi kasus dan ikut drama baku tembak di Duren Tiga, juga akan ditindak?
Apa bedanya tindakan oknum dengan tindakan institusi? Berapa jumlah dan keterlibatan tingkat dan jenjang jabatan dan pangkat serta instansinya. Jika melibatkan jajaran Polres, Polda dan Mabes Polri, sudahkah layak disebut pelakunya institusi?
Seandainya kasus kematian Brigadir J ini terjadi yang melibatkan jenjang jajaran seperti Polres, Polda dan Mabes, namun segera diselidiki dan diusut oleh Mabes Polri, mungkin masih bisa kita katakan bahwa ini adalah tindakan oknum. Namun setelah sebulan sejak 8 Juli 2022 terjadi, beberapa kali presiden yang merupakan atasan langsung Kapolri sudah mengingatkan tak digubris juga. Lalu,..?
Seandainya kasus kematian Brigadir J tidak dibahas dalam Rapat Terbatas Kabinet 2 Agustus 2022, apakah kasus ini akan bisa diungkapkan dan dituntaskan? Apakah akan tetap suam-suam kuku? Seandainya Bharada E tidak mengaku disuruh menembak oleh Ferdy Sambo, apakah kasus ini akan diungkapkan dan membuat Ferdy Sambo menjadi tersangka?
Kenapa lokasi kejadian perkara dibiarkan diobok-obok oleh Ferdy Sambo dkk tanpa ada penindakan dan pengusutan? Kenapa peristiwa ini baru dibuka kepada masyarakat tanggal 11 Juli 2022 setelah lokasi tempat kejadian perkara sudah dibersihkan dan diamankan oleh Ferdy Sambo dkk? Rekaman CCTV di rumahnya dicopot dan juga ikut rekaman CCTV lingkungan tempat tersebut diambil oleh Ferdy Sambo dkk, kenapa juga dibiarkan?
Kenapa Devisi Humas Polri yang menyebarkan berita dan cerita polisi tembak polisi dan pelecehan seksual seakan tidak salah? Apakah penyebaran kebohongan ini tidak ikut bertanggungjawab? Bukankah penyebaran ini yang mengakibatkan kehebohan dalam masyarakat? Boleh terjadi sebuah peristiwa, namun jika tidak disiarkan dan disebarluaskan, maka peristiwa itu tidak akan tersebar.