Google dan Indonesia Saling Membutuhkan, Relakah Putus Hubungan?
Ketentuan pendaftaran Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) dengan batas waktu 20 Juli 2022 membuat kita bertanya dalam hati, apakah Google akan diblokir? Bukankah Google membutuhkan Indonesia yang memiliki pengguna internet puluhan juta orang? Relakah Google melepaskan pasar Indonesia?
Ketika Kemenkominfo mengumumkan wajib pendaftaran bagi PSE yang ada di Indonesia, banyak pengguna internet di Indonesia yang was-was. Apakah PSE seperti Facebook, Whatsapp, Instagram, tweeter dan Google akan mendaftar? Bagaimana jika mereka tidak mendaftar dan diblokir?
Untuk apa mendaftar?
Sebagai negara yang berdaulat atas wilayah dan teritorial, termasuk dunia maya yang ada diatas wilayah Indonesia, wajarlah dan wajib pemerintah mengelola, menata dan mengatur regulasi tentang segala sesuatu yang ada di darat, laut dan udara. Sama dengan frekwensi radio dan TV. Semua harus tunduk, jika ingin melakukan kegiatan penyiaran di Indonesia.
Bahkan ketentuan kewajiban membuat kantor perwakilan dan perusahaannya harus ada di Indonesia, jika ingin beraktivitas di Indonesia. Penataan dan pendaftaran PSE ini juga cukup terlambat.
Berbagai negara sudah lebih dahulu membuat peraturan pembinaan tentang PSE ini. Di Jerman misalnya, jika ada berita hoaks di Facebook, 1 kali 24 jam, berita itu harus dihapus. Jika tidak aka nada sanksi bagi Facebook.
Ada negara yang mendenda Google karena kesalahan dengan jumlah triliunan. Di China mereka mengembangkan We chat dan berbagai negara seperti Korea Utara dan Rusia memperlakukan PSE seperti Google harus mengikuti peraturan yang mereka buat. Bahkan ada yang melarangnya.
Masih segar dalam ingatan kita ketika masa Orde Baru, ada dikenal pembreidelan pers. Pers yang dianggap berbahaya mengkritik pemerintah akan dibreidel. Majalah Tempo, Koran Sinar Harapan, Kompas pernah mengalami pembreidelan tersebut. Majalah Tempo dan Harian Kompas terbit kembali setelah menandatangani pernyataan, Sinar harapan diganti menjadi Suara Pembaruan.
Mesin pencari seperti Google relakah melepaskan pasar internet Indonesia yang memiliki pengguna puluhan juta? Google pasti akan berhitung. Berapa keuntungan yang diperolehnya dari Indonesia? Bagaimana jika mereka melepaskan pasar Indonesia hanya karena syarat pendaftaran PSE yang diwajibkan Kemenkominfo? Sebagai perusahaan bisnis yang berorientasi profit pastilah menghitung untung ruginya.
Bagi Indonesia, kebutuhan akan Google sebagai mesin pencari juga penting. Kebiasaan yang sudah mendarah daging, asal ada yang mau diketahui, maka semua bertanya kepada mbah Google. Mbah Google setia setiap saat menjawab pertanyaan para cucunya dua puluh empat jam. Apakah Indonesia rela kehilangan mbah Google yang setia dan siap setiap saat menjawab pertanyaan karena diblokir?