Anies, Tutup Holywings, Biarkan Izin ACT, Adakah Standar Ganda?
Gegara sebuah iklan minuman keras Holywings ditutup Pemprov DKI Jakarta. Semua gerai Holywings di Jakarta ditutup. Tanpa ampun. Beribu karyawannya tidak tahu entah kemana, tidak peduli. Berbagai kesalahan izinnya dicari. Segera ditemukan. Kesalahan harus dihukum. Anies Baswedan sangat lugas dan tegas.
Aksi Cepat Tanggap sebuah yayasan memperoleh izin operasional dari PTSP DKI Jakarta. Penyalahgunaan uang bantuan oleh ACT diungkap majalah Tempo. Kementerian Sosial sudah mencabut izin Pengumpulan Uang dan Barang (PUB). PPATK telah membekukan 60 rekening Yayasan ACT di 33 lembaga penyedia jasa keuangan.
Anies Baswedan tidak mencabut izin Yayasan ACT. Alasannya menghargai proses hukum. Harus berdasarkan data. Berbagai alasan dikemukakan agar ACT bisa terus beroperasional. Tidakkah bisa dicabut izin sementara sampai proses hukum selesai? Adakah standar ganda untuk Holywings dan ACT. Anies tegas dan lugas berdalih dan mencari alasan pembenaran.
Kasus Holywings dengan kasus ACT bisa diargumentasikan berbeda. Namun bisa juga ada persamaannya. Perbedaannya, satu adalah perusahaan bisnis bar dan klub. Mungkin Holywings adalah sekumpulan orang berdosa yang hanya memikirkan hedonisme dan tidak mengindahkan nilai agama. Para pelakunya makhluk yang tidak memiliki predikat tokoh agama seperti ustadz atau pendeta.
ACT adalah lembaga filantropis bertaraf internasional dan dikelola oleh tokoh agama. Pendiri dan pengelolanya adalah ustadz yang tahu diri dan hanya mengambil jatahnya saja. Pernyataan pendirinya yang mengambil gaji 250 juta sebulan, mobil hanya Alphard, Pajero dan mobil mewah lainnya. Mobilnya bukan Inova atau Avanza.
ACT menyalahgunakan bantuan dan santunan dari Boeing untuk korban pesawat Lion sejumlah 136 miliar. Mereka mengambil uang santunan tersebut untuk digunakan membayar gaji yang menurut pendiri ACT itu bagiannya saja. Apakah mereka berhak memakai bantuan dan santunan untuk korban Lion menjadi gaji dan fasilitas pengelola Yayasan ACT yang katanya untuk amal?
Data yang diungkapkan oleh Majalah Tempo cukup jelas. Unsur pelanggaran hukumnya jelas. Lalu data apalagi yang dibutuhkan Anies untuk mencabut izin ACT? Jika belum mencabut izin secara permanen, minimal pencabutan izin sementara. Anies Baswedan seakan memberlakukan standar ganda untuk kesalahan Holywings dan ACT.
Apakah faktor kerjasama dan kepentingan ACT dengan Anies Baswedan menjadi alasan dan pertimbangan untuk tidak mencabut izinnya? Bisa ya atau tidak. Tetapi berbicara pelanggaran hukum dan izin, tidak boleh ada faktor subjektif. Walau dalam kenyataan seperti itu yang sering terjadi.
Standar ganda penegakan hukum memang sering terjadi. Seseorang yang diduga melakukan pelanggaran hukum bisa langsung tertangkap tangan, lalu dijebloskan ke penjara. Dia langsung diberhentikan sementara sampai putusan hukum yang berkekuatan yang tetap. Ada yang langsung dipecat tanpa ampun, tanpa menunggu proses hukum. Prinsip praduga tidak bersalah seringkali juga diberlakukan standar ganda.
Seseorang yang dianggap lemah, hukum langsung diberlakukan. Kepada seseorang yang dianggap kuat, hukum agak lamban diberlakukan. Makanya ada istilah hukum tajam ke bawah, namun tumpul ke atas. Kepada rakyat bawah hukum langsung berlaku, sementara kepada orang atas para elit dan penguasa, hukum tumpul.