Menko Maritim dan Investasi Luhut Panjaitan bertemu dengan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo di Semarang. Berbagai topik dibahas, mulai dari masalah rob, minyak goreng dan salah satunya tentang kenaikan tarif masuk ke Candi Borobudur.
Tarif masuk ke Candi Borobudur sebesar Rp 750.000 dan US $ 100 untuk turis mancanegara dianggap kemahalan. Berbagai protes masyarakat yang keberatan kenaikan tersebut disampaikan.
Ganjar menyampaikan protes dan aspirasi masyarakat tersebut. Dan sepertinya Luhut bisa menerima. Lalu mereka sepakat bahwa pemberlakuakn tarif tersebut ditunda dulu. Sampai ada nanti pembicaraan.
Luhut, biasanya kukuh dalam menjalankan segala keputusan yang sudah diambilnya. Kenapa Luhut mau dan berkenan menunda tarif masuk ke Candi Borobudur setelah bertemu dengan Ganjar? Apa yang disampaikan Ganjar sehingga Luhut mau menunda pemberlakuan tarif baru tersebut?
Satu hal yang kita catat, bagaimanapun Ganjar sebagai gubernur tempat lokasi Candi Borobudur tersebut berada menjadi tokoh penting dalam hal tersebut. Mungkin berbagai dasar dan alasan penundaan pemberlakuakn tarif tersebut diutarakannya kepada pak Luhut?
Sebenarnya hal ini sangat wajar. Bagaimana Gubernur sebagai kepala daerah berkomunikasi dengan para Menteri atau pemerintah pusat menyangkut masalah yang terjadi di daerahnya. Masalah rob misalnya, Menteri Luhut juga membantu memperlancar komunikasi dengan Menteri PUPR.
Nah menyangkut tarif masuk ke Candi Borobudur, keputusan Menteri menaikkan tarif masuk, ditunda setelah pertemuan dengan Gubernur Jateng Ganjar.
Menteri Luhut yang berkunjung ke kantor Gubernur Jateng tersebut. Di kantor itu dibahas masalahnya dan diambil keputusannya. Seharusnyalah demikian. Jangan gubernurnya mengambil jalan sendiri, kurang koordinasi dan komunikasi dengan pemerintah pusat.
Terkadang pemerintah pusat juga menjalankan program pembangunan di daerah yang dibiayai pemerintah pusat kurang berkoordinasi dan berkomunikasi dengan pemerintah daerah.
Koordinasi dan komunikasi Menteri Luhut dengan Gubernur Ganjar ini patut dibuat sebagai model membangun komunikasi. Menteri yang datang dan bertandang ke daerah dan kantor gubernur. Tidak juga menjaga kuasa dan wibawa yang mengharuskan pejabat daerah yang harus menghadap pemerintah pusat.
Berbagai masalah yang dihadapi daerah seperti jawa Tengah ini bisa lebih detail dibahas, sehingga pemerintah pusat bisa memahami masalah tersebut lebih mendalam.