Aksi demo mahasiswa 11 April 2022 menyisakan berbagai kenangan. Aksi berakhir ricuh. Dan ada lagi cerita yang mengenaskan. Dosen Ade Armando menjadi korban pengeroyokan massa peserta aksi demo.
Menurut berita yang beredar dosen Ade Armando bukan mau ikut demo. Dia dengan timnya hanya untuk memantau aksi dan membuat konten Youtube seperti pernyataan Sekjen Persatuan Indonesia untuk Semua (PIS) Nong Darol Mahmada. (Kompas.com 12 April 2022).
Dan kisahnya, pengeroyokan itu diawali dari provokasi emak-emak. Seorang ibu datang menghampiri Ade Armando yang sudah selesai shooting dan ingin pergi. Mujur tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak, kata pepatah. Mujur dari pengambilan gambar untuk Youtube yang ingin diraih, tetapi malang karena dikeroyok tak dapat ditolak.
Pengeroyokan ini tidak bisa ditolerir. Apapun alasannya. Kabar dari polisi, dua pengeroyoknya sudah ditangkap. Dan pelaku lainnya harus ditangkap juga. Ini bukan karena korbannya Dosen Ade Armando, namun siapapun yang melakukan pengeroyokan baik dalam aksi demo atau tidak, pelaku harus dihukum. Pengeroyokan adalah tindak pidana. Setiap pelaku tindak pidana harus dihukum. Jangan berlindung di balik massa dan demo.
Polda Metro Jaya sangat serius mencari pelaku pengeroyokan ini. Apalagi enam polisi mengalami korban luka yang mencoba mengamankan pengeroyokan tersebut. Massa yang digerakkan memang sangat sulit diatasi selagi demo berlangsung.
Terlepas dari itu, memang patut dipertanyakan kehadiran Ade Armando di lokasi demo tersebut. Mungkin Ade Armando salah membuat perhitungan atau dia sengaja menantang badai. Popularitasnya dan pro kontra terhadap pendapatnya yang menghiasi media sosial seharusnya menjadi perhitungan demi keselamatan diri. Apakah dia percaya diri berlebihan atau ada rencana kesengajaan demi konten Youtubenya?
Mungkin hanya Ade Armando dan timnya yang tahu. Kameramen dan dua penulis yang ikut bersamanya menunjukkan keseriusan membuat konten Youtubenya. Lebih pentingkah konten Youtube dari keselamatan diri?
Sudah menjadi pengalaman yang terulang terus menerus bahwa demo berakhir ricuh. Ini bukan pertama kali, bahkan seakan menjadi kebiasaan. Baik pendemonya mahasiswa dan bahkan tokoh agama sekalipun. Demo dan ricuh sudah seakan saudara kembar yang sulit dipisahkan.
Aksi demo mahasiswa yang seharusnya adalah sarana penyampaian aspirasi dan kritik kepada pemerintah menjadi ternoda. Aksi demo mahasiswa yang seharusnya setia dengan nuraninya untuk mengajukan pendapatnya, tidak lagi murni dalam pemandangan kericuhan dan pengeroyokan.
Apakah demo mahasiswa ini telah dimanfaatkan emak-emak dan penumpang gelap yang lain? Proses penyelidikan dan penyidikan kasus pengeroyokan Ade Armando akan memberikan jawabannya.
Pelajaran yang bisa kita ambil dari kasus pengeroyokan Ade Armando adalah bersikap bijak memilih tempat melakukan sesuatu. Setiap orang yang berada di tempat yang salah atau waktu yang salah bisa membawa akibat yang fatal. Membaca situasi dan mempertimbangkan dengan bijak adalah sesuatu yang harus dilakukan demi keselamatan diri. Kecuali memang ini direncanakan dengan tujuan tertentu.