Kisah Dioko Tjandra seakan tak ada habisnya. Bagaikan sinetron tak ada ujung. Selagi pemeriksaan terhadap sang jenderal yang memberikan surat jalannya sebagai konsultan, muncul lagi masalah red notice.
Polri periksa personel terkait red notice Djoko Tjandra. (CNN Indonesia, Rabu, 15 Juli 2020).
Polri sedang memeriksa sejumlah personel yang diduga berkaitan dengan terhapusnya red notice atas nama Djoko Tjandra pada data Interpol sejak 2014 silam. Kok bisa terhapus? Ini pertanyaan sepele, tapi masalahnya bertele-tele.
Apa itu red notice?
Red notice merupakan permintaan untuk menemukan dan menahan sementara seorang tersangka yang masuk Daftar Pencarian Orang (DPO). Red notice diterbitkan atas permintaan Polri untuk membatasi perjalanan tersangka ke luar negeri.
Untuk menerbitkan red notice, kepolisian dari negara anggota Interpol akan lebih dulu menyampaikan peremintaan pencarian dan penangkapan seorang tersangka. Kepolisian dari negara peminta harus menerbitkan surat perintah penangkapan yang sah sebagai dasar permintaan ke Interpol.
Tindak lanjutnya, Sekretariat Jenderal Interpol merespons dengan mengeluarkan pemberitahuan kepada seluruh negara anggota Interpol mengenai permintaan tersebut. Lembaga kepolisian dari anggota Interpol akan mendapatkan pemberitahuannya.
Red notice Djoko Tjandra terhapus sejak 2014.
Kepala bagian Humas dan Umum Ditjen Imigrasi, Arvin Gumilang menyampaikan awalnya 24 April 2008, KPK meminta pencegahan terhadap Djoko Tjandra yang berlaku selama enam bulan. (Kompas.com, 16 Juli 2020)
Kemudian pada 10 Juli 2009 terbit red notice dari Interpol atas nama Djoko Tjandra. Pada 29 Maret 2012 terdapat permintaan pencegahan ke luar negeri dari Kejaksaan Agung berlaku selama enam bulan.
Pada Pebruari 2015 terdapat permintaan dari Sekretaris NCB Interpol Indonesia terhadap Interrpol atas nama Djoko Tjandra alias Joe Chan yang disebut sebagai warga negara Papua Nugini.