Lihat ke Halaman Asli

Aldentua S Ringo

Pembelajar Kehidupan

Sang Pencetak Utang

Diperbarui: 9 Juli 2020   06:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Semangat Pagi Indonesia.

Sang Pencetak Utang.

Sang Kakek baru tiba di rumah anaknya kembali setelah lama tinggal di kampungnya. Sang cucu yang beranjak remaja menyambutnya dengan pelukan hangat di depan pintu bandara.

"Selamat datang kek," kata Sang Cucu sambil memeluk kakeknya.

"Terima kasih cucuku," kata Sang Kakek sambil berjalan menuju mobil yang sudah menunggu.

"Banyak pertanyaan yang tak terjawab, kakek terlalu lama tidak ada. Jawaban pun tak ada," kata Sang Cucu sambil memeluk kakeknya.

"Begitulah kehidupan. Terkadang seperti garam. Kalau garam ada dalam masakan dan takarannya pas, orang kurang menghargainya. Tapi kalau garam tidak ada dan makanan terasa hambar, orang baru mencari dan menghargai garam," kata Sang Kakek.

"Ya juga ya," kata Sang Cucu.

"Makanya setiap insan manusia harus saling menghargai. Hargailah orang selagi ada, jangan mencari dan menghargai setelah tiada," kata Sang Kakek.

"Betul kek. Setujuuu...!" pekik Sang Cucu.

"Apa yang kamu tanyakan?" kata Sang Kakek.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline