Lihat ke Halaman Asli

Aldentua S Ringo

Pembelajar Kehidupan

Menakar Konflik "Isu Kebangkitan PKI Dimainkan Kadrun" dan Nasib Poyuono di Gerindra

Diperbarui: 21 Juni 2020   18:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Menakar  Konflik  "Isu Kebangkitan PKI Dimainkan Kadrun" dan nasib Poyuono  di Gerindra.

Kenapa tiba-tiba ucapan Arief Poyuono bahwa,"Isu KebangkitanPKI Dimainkan Kadrun" untuk menjatuhkan Jokowi meledak dan mendapat tanggapan seirus dari dalam maupun luar Partai Gerindra? Kenapa tanggapan  Wasekjen Ade Rosiade tentang pemecatan Poyuono seirama dengan ucapan Ketua Umum PA 212?

Apakah Majelis Kehormatan Partai Gerindra akan memecat Poyuono jika dia tidak datang untuk mematuhi panggilan? Kenapa para petinggi partai seakan menahan diri berkomentar setelah Ade meminta pemecatan di media? Layakkah isu pemecatan seorang Waketum disuarakan di luar partai sebelum ada sidang Majelis Kehormatan Partai? Apakah Ade ingin mempengaruhi atau memberi tekanan kepada Mahkamah Kehormatan Partai?

Dimana posisi Prabowo sebagai Ketua Umum dalam isu ini? Apakah hal ini tidak diketahuinya? Atau justru ini diketahuinya? Jika diketahuinya, apakah isu ini dilontarkan Poyuono atas seizinnya atau sengaja dilempar seakan dia tidak tahu?

Apakah ada hubungan pelemparan isu kebangkitan PKI  dimainkan kadrun ini dengan pernyataan PA 212 bahwa Prabowo sudah finis, sudah selesai dan tidak ada lagi harapan? Dan bahkan PA 212 sinis dengan penilaian survey tentang kinerja Menteri Pertahanan yang membaik? Adakah hubungan dari semua pertanyaan ini? Atau ini hanyalah sebuah kebetulan terjadi pada waktu yang berdekatan, sehingga kesannya sambung menyambung menjadi satu?

Mungkin masih banyak lagi pertanyaan yang bisa muncul hingga ada keputusan partai melalui Mahkamah Kehormatan Partai. Dan belum ada suara Prabowo sebagai Ketua Umum juga masih misteri. Rasa percaya diri Poyuono yang mengatakan bahwa Ketum pun belum berkomentar dan tidak bilang apa-apa menjadi pelengkap misteri dari posisi ketum tersebut.

Komentar Ade terhadap Poyuono bisa kita anggap sebagai balas dendam. Ketika Ade diperiksa Mahkamah Kehormatan Partai dalam jebak-menjebak praktek PSK di Sumbar, maka Poyuono juga sinis dan menganggap peristiwa itu sebagai pencitraan dan berbagai tuduhan lainnya.

Apakah ini akan menjadi ajang adu pengaruh kuat di Gerindra dan akan memecat Poyuono, masih akan kita tunggu minggu ini setelah pemeriksaan dari Mahkamah Kehormatan Partai. Mungkinkah keyakinan Poyuono yang mengatakan bahwa isu itu adalah fakta akan menjadi pemenang dan partai akan membersihkan para kadrun dan kepentingannya dari partai, ini juga menarik untuk diikuti.

Mungkin sebagian orang bisa menganggap ini celotehan liar dari seorang Poyuono saja untuk membuat kehebohan. Itu bisa jadi. Namun jika kita menyimak peristiwa masa lalu sesudah pilpres dan pernyatan Poyuono perlunya Gerindra berkoalisi dengan Kabinet Jokowi dianggap nyeleneh dan merendahkan partai para pendukungnya, para kadrun dan radikalis serta fundamentalis agama. Namun celotehannya, jika dianggap seperti itu, ternyata menjadi sebuah fakta dan kenyataan.

Poyuono bahkan menyatakan dengan tegas dan jelas di media TV bahwa ada penumpang gelap seperti HTI dan lainnya tidak ingin Prabowo masuk kabinet Jokowi.  Tidak ada sanksi yang diterimanya akibat pernyataan keras tersebut. 

Dan bahkan peran Poyuono untuk membangun komunikasi dengan kelompok Jokowi tidak bisa dianggap remeh. Dan ketika menjadi kenyataan bahwa Prabowo ikut dalam kabinet sebagai Menteri Pertahanan, maka suara sinis terhadap Poyuono menjadi tenang. Diam seribu bahasa. Betul juga Poyuono ini, pikir mereka.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline