Sang kakek tampak termenung sambil membaca isi WA grup (WAG) yang datang bergelombang di sebuah grup dengan para seniman. Tak terlukisan kepiluan hatinya membacanya. Tiba-tiba cucunya datang membawa kopi tanpa gulanya.
"Ada berita bencana apa kek? Gempa dan tsunami? Kok sendu wajahnya. Sedih amat?" tanya cucu.
"Ini melebihi kesedihan akibat gempa tsunami," jawab kakek.
"Apa gerangan yang terjadi kok melebihi kesedihan korban gempa tsunami?" tanya cucu lagi.
"Kalau korban gempa tsunami, banyak yang langsung mati. Ada yang masih sakit pasti dirawat. Yang tidak punya rumah akan disediakan pengungsian. Dan bahkan ada rumahnya dibangun pemerintah dan biaya hidupnya diberikan. Kalau mereka ini hampir tak ada yang menganggap dan membantunya," jelas kakek.
"Siapa kek?" tanya cucu penasaran.
"Para teman kakek, seniman yang sudah parah keadaannya. Terkapar," jawab kakek.
"Seberapa parah keadaannya kek?" tanya cucu.
"Mulai dari mulai terancam sampai yang sudah gawat darurat, dan bahkan ada yang nafas sudah di leher," jawab kakek.
"Seperti apa itu keadaannya kek?" kejar cucu lagi.
"Ini lihat WAG dengan para seniman ini," kata kakek sambil menyodorkan HP nya ke cucunya. Si cucu membaca dengan baik.