Lihat ke Halaman Asli

Alden Abdurrasyid

Mahasiswa Digital Public Relations Telkom University

Menyoal Kebingungan Mahasiswa Hubungan Masyarakat dalam Membangun dan Mengelola Citra

Diperbarui: 18 November 2024   12:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://pin.it/2Z2SM2k8M

Sebagai seorang mahasiswa Hubungan Masyarakat (Humas), saya merasa resah melihat semakin banyaknya mahasiswa Humas yang tampak kebingungan memahami esensi ilmu yang mereka pelajari. Alih-alih memahami konsep-konsep dasar seperti branding, image management, dan crisis communication, mereka seolah terjebak dalam sekadar teori tanpa mampu mengaplikasikannya. 

Sayangnya, ketidaktahuan ini seringkali terungkap dalam proyek-proyek yang dihasilkan—dari pengelolaan citra yang tak sesuai hingga strategi krisis yang gagal, bahkan dalam aspek fundamental seperti membangun identitas, yang menjadi basis setiap upaya citra.

Saat ditanya tentang bagaimana membangun citra atau mengelola krisis, respons yang sering saya dapatkan dari beberapa mahasiswa malah justru penuh keraguan. Mereka tahu teori bahwa “citra adalah kesan atau gambaran yang terbentuk dalam benak publik” atau bahwa “manajemen krisis bertujuan untuk meminimalisasi dampak negatif pada reputasi.” 

Namun, ketika diminta untuk mempraktikkannya, mereka seperti menghadapi jalan buntu. Padahal, dalam dunia kerja, kemampuan mengimplementasikan teori ini secara efektif adalah hal yang krusial.

Jika kita mengacu pada Corporate Reputation Review, disebutkan bahwa “a solid corporate reputation enhances stakeholder trust and increases resilience during a crisis” (Coombs, 2007). Artinya, reputasi yang kuat bukan hanya menarik perhatian publik, tetapi juga menjadi tameng yang kokoh saat krisis datang. 

Namun, bagaimana seorang mahasiswa bisa memahami aspek ini jika mereka tidak mengerti konsep membangun reputasi sejak awal? Mereka seolah luput dari esensi dasar peran mereka sebagai image builder—yang harus mampu bukan sekadar menjaga, tetapi membangun citra dari nol.

Mengapa Kebingungan Ini Terjadi?

Ada beberapa faktor yang saya rasa berkontribusi terhadap kebingungan mahasiswa Humas. Salah satunya adalah kurangnya pendekatan praktis dalam pembelajaran. Di ruang kuliah, mahasiswa sering kali dicekoki dengan definisi dan teori yang, meskipun penting, tidak memberikan wawasan tentang bagaimana konsep-konsep ini diterapkan dalam skenario nyata. 

Misalnya, mereka bisa menjelaskan konsep brand identity, tetapi tak banyak yang benar-benar mengerti langkah-langkah praktis dalam membangun identitas tersebut agar memiliki nilai autentik di mata publik.

Teori Goffman tentang self-presentation misalnya, menyatakan bahwa individu atau organisasi memiliki serangkaian teknik untuk menampilkan diri mereka kepada publik sesuai dengan citra yang ingin mereka ciptakan. Ironisnya, banyak mahasiswa yang tidak paham bagaimana mengaplikasikan konsep ini dalam organisasi atau perusahaan yang nyata. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline