Minggu Pagi, 4 Mei 2014. Saya baru saja selesai mandi, setelah berkeringat karena marathon dan membersihkan pekarangan rumah. Badan pun sudah segar. Bidadari kecil sayapun sudah terlelap menikmati tidurnya setelah sarapan pagi sehabis bermain-main air menemankan saya menyiram bunga. Istri melanjutkan rutinitas paginya memasak, sedang saya dapat tugas menjaga bidadari kami, perintahnya jelas: "Pa, kalo Syifa merengek..pok..pok..aja! Oke deh..
Sembari menemankan si kecil, saya menyempatkan membuka laptop. Ada 3 pesan di inbox facebook. Pertama, dari rekan sesama guru yang menjagokan Jokowi menjadi Presiden Indonesia berikutnya. Isinya:"Pak bro, sampeyan kok dengki kali ma Jokowi? Why? . Saya tersenyum. Tak ada kedengkian sedikitpun pada saya pada beliau. Jokowi orang baik, bersahaja dan sederhana. Saya pun banyak menulis tentang kebaikan beliau kala di memimpin Solo dahulu. Bermodalkan kesederhanaan tersebut, beliau akhirnya duduk menjadi gubernur DKI. Bermodalkan itu pula, beliau sukses menyelesaikan permasalahan di kota yang dipimpinnya, Solo dan kini DKI.
Lalu mengapa kawan ini mengatakan saya dengki pada Jokowi. Usut punya usut ternyata karena beberapa tulisan saya terakhir yang menyorot fenomena Jokowi. Jokowi sudah menjadi media darling. Karena Jokowi, media kehilangan semangat independennya. Kritikan saya terhadap media yang seperti itu, dituduh sebagai kebencian saya pada Jokowi. Begitu juga, pertanyaan saya tempo hari mengapa tuduhan atas "kebobrokan" partai pendukung Jokowi yang sarat Korupsi tidak diulas media sebesar ulasan keborokan yang dilakukan partai Demokrat atau PKS misalnya. Pertanyaan saya itupun juga dianggap upaya saya menjegal Jokowi. Aneh. Media adalah mata rakyat. Jika media tak lagi independen, maka rakyat akan buta.
Inbok kedua, dari sahabat saya, yang bercerita tentang isu"arisan seks" 200 pelajar di Kab. Lima Puluh Koto, Sumatra Barat yang saya tulis di Kompasiana. Sahabat saya yang menjadi guru di sana mempercayai kejadian itu bukan sekedar isu. Seks bebas di Kota Payakumbuh dan dikabupaten tersebut sudah cukup memprihatinkan. Remaja-remaja sekolah sudah tak canggung lagi mempertontonkan gaya pacaran yang kelewat batas. Berpeluk-pelukkan dan Kissing dijalan sudah tak ada malu lagi. Alamak!
Inbok ketiga, ini yang membuat saya kembali tersenyum dikulum. Inbok dari seorang yang saya kagumi pemikiran dan pengetahuannya namun ternyata masih memperturutkan ego dan buruk sangka terhadap orang lain. Beliau mengingatkan saya untuk tidak tertipu dengan PKS, Dahlan Iskan dan sosok pemuda bernama Ricky Elson yang pernah saya tulis. Saya berterimakasih untuk itu.
Namun bagi saya PKS tetap adalah partai dakwah. Banyak sudah yang merasakan manfaat dari dakwah PKS, baik mereka yang akhirnya menjadi kader atau simpatisan saja. Saya tak peduli dengan teori konspirasi "pustun" ataupun korupsi yang ditudingkan pada sejumlah elit PKS. Walau saya menyesalkan itu mengapa harus terjadi pada PKS, tapi ya sudah biarlah itu menjadi dosa mereka!
Lalu, mengenai Dahlan Iskan. Saya setiap minggu adalah penikmat Manufacturing Hope-nya, saya mendapat aura positif disana. Jika Dahlan mampu menularkan aura positif dan optimisme bagi ratusan ribu orang, lalu apakah adil kita tuduh Dahlan pencitraan? Dahlan haus kekuasaan? Entahlah. Saya bingung menjawab ini. Sebagai guru, energi positif yang ditularkan Dahlan akan terus saya tularkan ke anak didik saya. Di usia tuanya, Dahlan tahu dia tidak akan hidup lama, di sisa usianya dia ingin bekerja untuk Indonesia. Lalu pantaskah kita curiga pada orang tua itu? Harusnya kita menjadi bagian dari timnya, bagian dari orang-orang yang bersamanya untuk mengujudkan mimpi-mimpinya untuk Indonesia. Mimpi Indonesia menjadi bangsa besar, sejahtera dan mandiri.
Terakhir tentang Ricky Elson. Tak sedikitpun saya curiga beliau ini diperalat Dahlan Iskan. Ricky Elson adalah salah satu dari yang terpilih dan dipercaya Dahlan bisa mengujudkan mimpi Indonesia baru. Indonesia yang mandiri yang bisa memproduksi sendiri barang-barang berteknologi tinggi salah satunya kendaraan listrik mulai dari mobil, motor, dan lain sebagainya. Ricky pun kini sedang mengembangkan penghasil listrik yang ramah lingkungan dan diperbaharukan. Lalu mengapa kita masih berburuk sangka akan itu?
Ah terlalu banyak orang yang hipokrit di negeri ini! Menasehati dan nampak baik, namun suka berburuk sangka. Saya hanya berdoa untuk mereka, agar dicerahkan hatinya.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H