Mendagri Tjahjo Kumolo seharusnya lebih tegas dengan persoalan kolom Agama di KTP. Berita yang beredar di media massa mendagri terkesan tidak tegas dengan pernyataan membolehkan kolom agama dikosongkan. Sehingga jadi bias dan memiliki penafsiran jamak.
Memang sebagian media massa ada yang lebih jelas memberitakan maksud mendagri yaitu pernyataan dibolehkan itu ditujukan bagi penduduk yang tidak beragama selain dari enam agama yang diakui di Indonesia yaitu Islam, kristen katolik, kristen protestan, hindu, budha dan konghucu. Walau begitu tetap saja masih bias, sehingga banyak masyarakat yang menghujat mendagri, bahkan ada yang lebih ekstreem menilai pernyataan mendagri ini adalah sinyal akan dihapusnya kolom agama di KTP.
Kita semua harus sadar, kolom agama di KTP itu sangat penting. Misalnya bagi penduduk yang beragama Islam. Seperti kita ketahui penganut agama Islam adalah mayoritas di negeri ini. Identitas Agama di KTP bagi seorang muslim berguna selain sebagai identitas, juga berguna untuk keperluan pengurusan haji, pengurusan jenazah, perkawinan dan lain sebagainya. Begitupun juga di agama lain.
Seharusnya mendagri lebih tegas membuat pernyataan, bahwa :
- Kolom Agama harus ada dan tidak akan pernah dihapus di KTP
- Bagi penduduk yang beragama Islam, Kristen katolik, protestan, hindu, budha dan konghucu wajib mengisi kolom agama dengan agama yang mereka anut
- Bagi penduduk yang tidak beragama atau Atheis serta aliran kepercayaan harus dikosongkan.
Sebab, jika kita memaksakan orang-orang tidak bergama, tidak mengakui adanya Tuhan mengisi KTP nya dengan agama yang diatas, itu sama saja dengan pembohongan publik. Siapa yang bisa menjamin ketika terjadi perkawinan karena ini, maka mereka yang sebenarnya tidak beragama itu mengajak/memaksa pasangannya untuk tidak percaya kepada Tuhan. Apa jadinya negeri ini?
Mendagri harus segera berkoordinasi dengan Menteri agama terkait penduduk yang tidak beragama (atheis) dan aliran kepercayaan ini apa solosinya. Sebab jumlah mereka ini kata mendagri lebih dari Sejuta orang. Jumlah mereka dari tahun ke tahun meningkat, ini akan sangat membahayakan negara jika semakin banyak penduduk yang tidak mengakui adanya Tuhan dan tidak bergama. Karenanya kewajiban mengosongkan agama di KTP bagi mereka ini perlu untuk mendata jumlah mereka.
Solosinya menerut penulis misalnya bagi yang atheis diwajibkan segera beragama karena Indonesia adalah negara berketuhanan (beragama) seperti termaktub dalam Pancasila dan UUD 1945. Mereka ini perlu segera dibina oleh kementrian Agama agar mengakui adanya Tuhan dan dipersilahkan memilih agama yang diakui negara. Yang tidak boleh adalah mereka dipaksa untuk beragama. Tapi jika mereka masih ngotot tidak beragama (tidak mengakui adanya Tuhan) maka harus segera diberi pilihan pindah negara atau hak-hak kependudukannya dibatasi seperti tidak berhak ikut tes PNS/TNI-POLRI, BUMN, pendidikan negeri dan sebagainya.
Sedang bagi aliran kepercayaan yang mengakui adanya Tuhan, mungkin bisa diakui dan diizinkan mengizi kolom agama dengan nama alirannya seperti Kejawen, dan lain-lain. Hal-hal ini penting karena dasar negara kita sudah jelas bahwa kita negara yang mengakui adanya Tuhan yang Maha Esa, dan dalam UUD 1945 juga dijelaskan bahwa kemerdekaan kita yang kita peroleh karena atas Rahmat-Nya.
HAM tidak boleh mengangkangi Kedaulatan Negara. Apalagi yang berhubungan dengan Tuhan. Manusia adalah ciptaan-Nya. Oleh sebab itu Negara harus tegas mengenai ini. Selagi dasar negara kita masih Pancasila dan dalam UUD kita masih mengakui bahwa kemerdekaan negara ini adalah Rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa, maka orang-orang yang tidak mengakui adanya Tuhan tidak berhak diurus oleh negara.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H