Lihat ke Halaman Asli

Al Chaidar Abdurrahman Puteh

Dosen pada Departemen Antropologi, Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe, Aceh, Indonesia

Antropologi Kedaulatan

Diperbarui: 6 Maret 2024   00:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Antropologi Kedaulatan adalah bidang ilmu yang mempelajari hubungan antara negara, bangsa, dan wilayah dalam konteks konflik dan kerjasama. Salah satu contoh konflik yang relevan dengan antropologi kedaulatan adalah konflik di Laut China Selatan, yang melibatkan beberapa negara di Asia Tenggara, Cina, dan Amerika Serikat. 

Konflik ini bermula dari klaim teritorial yang saling bertentangan atas sejumlah pulau, karang, dan perairan di Laut China Selatan, yang memiliki nilai strategis, ekonomis, dan lingkungan yang tinggi (Kaplan, 2011: 76).

Konflik di Laut China Selatan tidak hanya berdampak pada hubungan bilateral antara negara-negara yang terlibat, tetapi juga pada stabilitas regional dan global. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk mencegah eskalasi konflik dan mencari solusi damai yang dapat diterima oleh semua pihak. 

Beberapa studi telah mengusulkan berbagai pendekatan untuk mengelola dan menyelesaikan konflik di Laut China Selatan, seperti diplomasi multilateral, kerjasama fungsional, hukum internasional, dan pembangunan kepercayaan (Dipua et al., 2020: 977; To, 2003: 25; Weissmann, 2010: 35; Glaser, 2015: 1).

Namun, tantangan utama dalam mengatasi konflik di Laut China Selatan adalah adanya ketidakseimbangan kekuatan antara Cina dan negara-negara ASEAN, serta campur tangan Amerika Serikat sebagai sekutu strategis beberapa negara ASEAN. Cina memiliki keunggulan militer dan ekonomi yang signifikan atas negara-negara ASEAN, sehingga dapat menekan atau mengintimidasi negara-negara yang memiliki klaim teritorial yang berseberangan dengan Cina. 

Di sisi lain, Amerika Serikat memiliki kepentingan keamanan dan perdagangan di Laut China Selatan, sehingga dapat mendukung atau melindungi negara-negara ASEAN dari ancaman Cina. Hal ini dapat meningkatkan ketegangan dan persaingan antara Cina dan Amerika Serikat di Laut China Selatan (Kurnia and Agustian, 2021: 52; Song and Tønnesson, 2013: 236).

Oleh karena itu, antropologi kedaulatan dapat memberikan perspektif yang lebih komprehensif dan holistik dalam memahami konflik di Laut China Selatan. Antropologi kedaulatan tidak hanya melihat konflik sebagai masalah politik atau hukum, tetapi juga sebagai masalah sosial dan budaya. 

Antropologi kedaulatan menyoroti bagaimana identitas nasional, sejarah kolektif, aspirasi masyarakat, dan nilai-nilai budaya mempengaruhi sikap dan perilaku negara-negara yang terlibat dalam konflik. Antropologi kedaulatan juga mengeksplorasi bagaimana konflik mempengaruhi kehidupan sehari-hari orang-orang yang tinggal di wilayah yang dipersengketakan atau berdekatan dengan Laut China Selatan. 

Dengan demikian, antropologi kedaulatan dapat memberikan wawasan yang lebih mendalam dan empatik dalam mencari jalan keluar dari konflik di Laut China Selatan (Emmers, 2010: 118).

Referensi:

Kaplan, Robert D. "The South China Sea is the future of conflict." Foreign Policy 188 (2011): 76.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline