Tidak dapat dipungkiri, penggunaan media sosial semakin marak di dunia serba digital ini. Pada mulanya, media sosial diintensikan untuk mempermudah laju komunikasi manusia. Namun, seiring berkembangnya zaman kehadiran media sosial justru berbalik dari yang semestinya ada. Tidak jarang ditemukan banyak orang begitu larut dalam dunia mayanya, bahkan hingga tak mengindahkan dunia nyata yang semestinya harus dihadapi. Pilihan bersikap seperti inilah yang memicu seseorang menjadi anti-sosial. Sebelum menilik lebih dalam, alangkah baiknya mengenali terlebih dahulu definisi dari media sosial dan sikap anti-sosial. Menurut KBBI online media merupakan suatu sarana untuk menyampaikan informasi. Sedangkan sosial merupakan segala sesuatu yang berkaitan dengan masyarakat atau orang banyak. Jika disatukan, media sosial berarti sarana berkomunikasi antar manusia. Lalu, kata anti memiliki arti tidak menyukai, melawan, menolak suatu hal. Berarti anti-sosial adalah sikap tidak menyukai segala sesuatu yang berkaitan dengan orang banyak atau lebih menyukai semua hal yang bersifat personal.
Kenyataannya, perkembangan teknologi merevolusi cara manusia dalam berkomunikasi. Awalnya perangkat komunikasi yang muncul berupa telepon berkabel. Seiring berjalannya waktu, perkembangan ilmu teknologipun memunculkan perangkat komunikasi yang jauh lebih efesien yaitu telepon genggam atau gawai yang saat ini banyak digunakan oleh siapapun. Inovasi munculnya internet juga semakin memudahkan seseorang untuk berkomunikasi dengan manusia lainnya. Namun, perkembangan tersebut disambut hangat tanpa menaruh kebijaksanaan dalam menggunakannya karena memang memberi banyak sekali kemudahan yang membuat segala sesuatu menjadi serba instan. Hal tersebut tampak melalui aksesibilitas internet yang semakin intens setiap harinya, bahkan tidak jarang orang menempatkannya sebagai kebutuhan primer. Berbagai lembaga riset media internasional menunjukkan presentase penggunaan internet yang sangat tinggi di Indonesia. Pada 2010, angka tersebut mencapai 79.72% berdasarkan Global Web Index. Walaupun pada tahun 2023 awal angka tersebut menurun di 77% tetap saja menunjukkan presentase penggunaan yang sangat tinggi bagi sebuah negara. Dari angka tersebut, kaum muda berusia 15-24 tahun sekaligus pengguna media sosiallah yang lebih banyak mengakses internet. Media sosial menjadi pilihan utama banyak orang terkhusus kaum muda sebab dinilai praktis, cepat, murah, dan mudah diakses setiap waktu.
Fitur Media Sosial
Perangkat teknologi di era digital memberikan banyak kemudahan bagi para penggunanya. Fitur-fitur yang disediakan oleh setiap aplikasi media sosial sejatinya mengandung adiksi tersendiri bagi pengguna yang kurang bijak dalam memanfaatkannya terlebih kaum muda. Aplikasi media sosialpun dapat diakses tanpa perlu mengeluarkan biaya untuk mengunduhnya. Aplikasi seperti Instagram, Facebook, dan Twitter menjadi tiga aplikasi yang paling banyak digunakan saat ini. Patut disadari pula bahwasannya, media sosial telah menjadi satu kebutuhan yang tidak dapat dipisahkan dari hidup harian seseorang. Tampaknya, media sosial dimanfaatkan banyak orang tidak semata-mata sebagai sarana berkomunikasi saja. Fitur mengunggah gambar dan video mampu menjadi tempat berekspresi bagi setiap penggunanya. Berbagai macam hobi dapat ditampilkan hanya melalui genggaman gawai. Musik, olahraga, akting, memasak, eksperimen ilmiah, dan hobi lainnya dapat diunggah di akun masing-masing pengguna dengan sangat mudah. Ditambah fitur like and dislike yang semakin membuat banyak orang ketagihan untuk membagi aktivitas, kegiatan, momen kepada dunia maya. Bahkan, tak sedikit pula yang memanfaatkannya sebagai wadah dalam mendapatkan pundi-pundi uang untuk memenuhi kebutuhan pribadinya. Salah satu yang dominan yaitu pemanfaatan media sosial sebagai media promosi, sebab unggahan gambar dan video yang mudah diakses banyak orang tanpa dipungut biaya apapun. Hanya dengan mencantumkan tautan siapapun dapat melihat barang atau jasa yang ditawarkan.
Pengaruh Buruk
Di balik semua kemudahan yang diberikan dalam berbagai lini kehidupan, media sosial memberi dampak buruk bagi perilaku orang muda. Penggunaan media sosial yang kurang bijak dapat memengaruhi kemampuan interaksi sosial seseorang. Dampak tersebut cenderung menumbuhkan sikap anti-sosial yang membuat kaum muda merasa lebih nyaman dan aman dalam dunia maya. Kurangnya kontak sosial secara langsung menjadi salah satu indikator dari pengaruh buruk yang diberikan media sosial. Penggunaan media sosial sebagai tempat pelarian dari dunia nyata cenderung membentuk seseorang menjadi sosok yang individualis dan menutup diri dari lingkungan sekitarnya. Adiksi yang diberikan oleh media sosial menghilangkan perhatian seseorang terhadap laju kehidupan di dunia nyata, sebab segalanya sudah termuat dalam genggaman gawai tersebut.
Salah satu fitur yang telah disinggung sebelumnya, yakni fitur like and dislike secara tidak langsung menjajikan sebuah popularitas akan eksistensi seseorang. Semakin banyak yang menyukai, mengomentari unggahan seseorang, semakin bangga pula terhadap dirinya sendiri. Selain itu, banyak orang juga lebih nyaman menghabiskan waktu bersama dengan gawai yang dimilikinya dibandingkan berkumpul dan berdiskusi bersama orang lain secara tatap muka. Keberadaan orang-orang dan pengikut yang dimiliki di dunia maya dianggap lebih berharga dibandingkan orang-orang yang secara nyata hadir di sekitarnya. Kehangatan dan keakraban dalam relasi sosial yang nyata menjadi terganggu oleh media sosial yang lebih menarik perhatian. Dapat dilihat melalui fenomena sehari-hari ketika berkumpul bersama keluarga atau sekelompok orang yang lain, banyak orang lebih memilih berbincang bersama gawai dibandingkan orang yang ada di depan mata. Media sosial juga memiliki sifat yang semu. Bagaimana tidak, dunia maya mampu menampilkan berbagai nilai positif yang dimiliki seseorang, seperti bentuk kepedulian terhadap korban bencana yang kemudian diunggah melalui akun personal media sosialnya. Namun, pada kenyataanya orang tersebut acuh terhadap fenomena yang sedang menimpa tetangga sekitarnya. Status ‘berjiwa sosial’ yang dimiliki seseorang di dunia maya justru menunjukkan sikap yang jauh berbeda ketika di dunia nyata.
Mencegah Sejak Dini
Berpijak dari penguraian di atas, bukan berarti seseorang dengan mudahnya mentolerir fenomena buruk yang ditimbulkan dari penggunaan media sosial. Maka dari itu, media sosial perlu dikritisi dengan bijak. Pertama-tama dapat dimulai dari ruang lingkup keluarga, orang tua bertanggung jawab dalam penggunaan gawai anak-anaknya. Kebanyakan orang tua langsung memberikan segenggam gawai kepada anak mereka ketika menangis atau menginginkan sesuatu. Seakan-akan gawai dan internet dapat memberikan segala jawaban dari tangisan anaknya. Tidak hanya itu, stimulasi dan sosialisasi dalam ruang lingkup sekolah juga mampu menjadi faktor pencegah sikap anti-sosial dari media sosial. Bermain, berdiskusi, bercengkrama dengan teman dapat menumbuhkan semangat sosial tersebut. Jadi, sudahkah kita bijak dalam bermedia sosial? Masihkah kita menjadi budak dari media sosial?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H