Lihat ke Halaman Asli

Mau Dibawa ke Mana Arah Pendidikan Kita?

Diperbarui: 29 November 2018   21:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Jaman sekarang, sudah lewat jaman milenial. Kita sekarang sudah masuk ke jaman baru, era digital. Melejitnya angka pembangunan dan mobilisasi bangsa ke arah digitalisasi telah membawa Indonesia ketingkat yang lebih tinggi.

Indonesia yang saat ini sudah terbawa arus revolusi industri 4.0 yang sudah semakin mengental di negara - negara maju seperti Amerika, Jerman, Inggris, dan negara -negara maju lainnya. Jokowi sendiri berharap agar revolusi Industri ini memberi dampak yang positif bagi Indonesia dengan membuka peluang kerja sebanyak 10 juta lapangan kerja.

Namun, apakah kita benar - benar telah siap untuk mobilisasi ini, atau hanyakah mimpi dan awang - awang yang kurang terealisasi. Pasalnya, saat ini Indonesia bahkan belum punya kurikulum yang mantap. Setelah pergantian kurikulum di Indonesia dari 2006 atau yang lebih dikenal sebagai KTSP kepanjangan dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan menjadi K 13 atau Kurikulum 2013, banyak masyarakat yang mengeluh karena kurikulum ini masih belum berjalan secara efisien.

Mulai dari belum siapnya tenaga guru untuk terjun membawa kurikulum ini sampai dengan buku pegangan siswa yang belum terdistribusi dengan baik. Keluhan juga dirasakan akibat dari ketidakefisinennya cara guru menilai siswa. Pendidikan yang kita sekarang ini jalani sedang dalam masa perombakan. Walaupun sudah lebih berkembang, apakah benar akan sesuai dengan realita persaingan dalam dunia kerja nanti.

Dalam perkembangannya, tentu dapat dikatakan bahwa sistem pendidikan Indonesia sudah disesuaikan dengan kondisi masyarakat yang ada, yaitu dengan sistem pembelajaran massal.

Masalah pembelajaran yang kerap kali muncul sebenarnya bukan hanya sistem mengajarnya, tapi juga penyebab dari sistem pembelajaran yang harus beradaptasi dengan masalah - masalah lain yang sesungguhnya fatal, tapi terkadang juga transparan alias jarang disadari, contohnya adalah masalah jumlah SDM berupa guru yang harus meladeni murid dalam jumlah yang banyak.

Menurut Hussin Jose Hejase, seorang profesor di Amerika, jumlah murid yang efisien untuk guru dapat lebih intim dalam mengajar adalah sekitar 18 sampai 24 siswa (www.researchgate.net).

Namun, tentu saja tidak semua sekolah dapat mengusahakan jumlah siswa sesedikit ini berkaitan dengan dana yang harus dikeluarkan per tenaga didiknya harus semakin banyak. Belum lagi ruang kelas yang harus dibagi bagi lagi, membuat area sekolah menjadi lebih luas lagi. Sedangkan jumlah rata - rata murid tiap kelas di Indonesia adalah 30 murid. Jumlah ini sebenarnya sudah lebih baik mengingat jumlah murid di tiap kelas pada tahun - tahun sebelumnya pernah mencapai 40 an anak di tingkat SMP.

Dalam rangka mengejar ketertinggalan ini, Mendibud sendiri telah memusatkan beberapa karakter siswa siswi dalam rangka menghadapi revolusi industri 4 ini, diantaranya ada kemampuan untuk berpikir kritis, peningkatan kreatifitas, inovatif, kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkolaboras, dan kepercayaan diri. Dalam membantu kegiatan belajar juga memang sudah seharusnya sarana digunakan dan didistribusikan dengan tepat dan menyeluruh. Bahkan, sekarang dikabarkan Ujian Nasional nantinya bakal menggunakan sarana komputer dan bukan lagi menggunakan kertas komputer untuk pengupulan jawaban dari para peserta ujian.

Saat ini juga sudah dilakukan pemberian internet gratis untuk sekolah - sekolah di Indonesia. Seperti yang telah dilakukan provider seluler Telkomsel dengan memberikan bantuan sarana internet berupa tiga unit laptop, modem wifi, kartu perdana, dan internet gratis selama setahun penuh kepada SDN 1 Manggar di Pulau Belitung (www.bangka.tribunews.com). Tengku Erfansyah, Manager Network Service Pangkalpinang mengatakan bahwa, pemberian ini merupakan bentuk CSR yang diimplementasikan untuk Indonesia. Kegiatan sosial lainnya juga dilakukan oleh PT XL Axiata yang telah melakukan program CSR dengan membagi gratis kuota dengan total 195 Terrabite ke 578 sekolah di Indonesia sejak tahun 2017 (www.bali.tribunnews.com).

Tidak hanya sarana saja yang harus ditingkatkan, tapi juga tenaga pengajar harus juga ditingkatkan dan dimatangkan baik dalam hal jumlah maupun mutu dan keterampilan pengajar dalam hal iptek dan komunikasi. Berdasarkan akun twitter resmi Badan Kepegawaian Negara, telah merangkul 100 ribu tenaga pendidik, sedangkan kekurangan baik ditingkat kabupaten, kota, dan provinsi sebanyak 700 ribu orang (www.manado.tribunnews.com). jumlah guru terus ditingkatkan ini guna menambah efisienitas belajar mengajar dalam satu kelas seperti yang telah dibahas tadi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline