Lihat ke Halaman Asli

Napak Tilas Pasar Senthiling Semarang

Diperbarui: 18 Juni 2015   00:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

image

'Ini Tentoonstelling telah dibikin goena peringetan kamerdika'annja Nederland seratoes tahoen. Haroes diakoeh ini ada satoe Tentoonstelling paling besar di Hindia Nederland...'' - Liem Thian Joe, wartawan Warna Warta, dalam boekoe Riwajat Semarang: Dari Djamannya Sam Poo sampe Terhapoesnya Kongkoan [caption id="" align="aligncenter" width="500" caption="--- Pasar Senthiling Semarang 1914"][/caption]

--- Pasar Senthiling Semarang 1914

Semarang, ibu kota Jawa Tengah merupakan salah satu pusat peradaban pada masa Hindia Belanda. Sebagai kota yang cukup besar dan penting pada masa itu, baik pemerintah dan pengusaha tidak mau ketinggalan untuk membangun kantor dan perusahaan di kota Semarang. Bersama Batavia dan Soerabaja, Semarang menjadi kota pelabuhan terbesar dan tersibuk pada masa itu. [caption id="" align="aligncenter" width="500" caption="--- Sudut Pasar Senthiling Semarang 2014"]

image

[/caption]

Pada tahun 1914, para pengusaha Semarang - termasuk Oei Tiong Ham si raja gula - berkerja sama dengan pemerintah kolonial mengadakan sebuah pasar malam atau expo berskala internasional. Expo tersebut dianamakan Koloniale Tentoonstelling. Menempati area lebih dari 30 hektar, pameran tersebut berhasil menggaet peserta dari berbagai negara seperti RRT, Jepang dan negara-negara Eropa. Pasar malam ini kemudian akrab di telinga masyarakat semarang dengan nama pasar malam senthiling, akibat salah melafalkan Tentoonstelling. [caption id="" align="aligncenter" width="500" caption="---Kios penjual majalah dan buku kuno Pasar Senthiling Semarang 2014"]

image

[/caption] Seratus tahun berlalau, dan hampir semua generasi baru bangsa ini tidak pernah kenal dengan pameran terakbar di Asia Tenggara pada zaman itu, terlebih warga Semarang, sebagai lokasi yang dipercaya untuk menjadi sorotan dunia sebagai tuan rumah pameran tersebut. Untunglah pemerintah, dan beberapa komunitas budaya dan sejarah Semarang menghidupkan kembali Pasar Senthiling. Dikemas dalam konsep festival kota lama, selama tiga hari dari tanggal 19-21 September 2014, pasar rakyat ini menghadirkan berbagai jenis acara. Ada pameran, hiburan musik, stand jajanan kuno, pasar barang antik dan talk show di Semarang Art Gallery bersama Ellen Van Os. Ellen adalah cucu dari Baronesse van Hoevel, satu-satunya perempuan yang menjadi panitia Tentoonstelling. Oma Baronesse juga seorang pejuang emansipasi wanita dan tertarik dengan perjuangan R.A. Kartini. [caption id="" align="aligncenter" width="500" caption="--- Pameran De Vrouw @ Semarang Art Gallery"]

image

[/caption]

Pada kesempatan ini pula, Semarang Art Gallery yang berlokasi di kota lama, melakukan pameran bertajuk De Vrouw (The Women) yang menampilkan perjuangan para wanita untuk memperjuangkan emansipasinya. Diantara tokoh yang di pamerkan ada Anne Avantie, N.H. Dini, Nyonya Mener dan R.A. Kartini. Selain itu pasar ini di didesain agar mirip dengan pasar Senthiling 100 tahun yang lalu, dimana terdapat paviliun jawa, belanda, dsb. Transaksi di pasar ini juga menggunakan uang kuno, kita hanya perlu menukar uang masa kini dengan uang kuno di tempat yang telah ditentukan. Sangat menarik belajar sejarah seperti ini, semoga tidak berhenti di perayaan 100 tahun saja, tetapi berlangsung terus dan bahkan bisa mengembalikan prestise pasar Senthiling 100 tahun yang lalu. FOTO-FOTO:

image

--- De Vrouw

image

--- Ellen Van Os familly

image

---Nyonya Mener dan rempah-rempah

image

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline