Lihat ke Halaman Asli

Meningkatnya Animo Masyarakat Terhadap Pemilu, Cerdas atau Dibodohi?

Diperbarui: 23 Juni 2015   23:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

http://www.tribunnews.com/pemilu-2014/2014/02/07/kpu-prediksi-animo-masyarakat-ikut-pemilu-2014-tinggi

Link berita tersebut mengawali tulisan penulis yang akan memberikan opini terhadap meningkatnya anomali masyarakat terhadap pemilu tahun ini. Hal ini dapat terlihat dari banyaknya media-media yang memberitakan partisipasi masyarakat terhadap pemilu tahun ini. Mulai dari bentuk opini terhadap pemilu, kritisisasi pemilu, bahkan bentuk yang lebih nyata yaitu membentuk pertemuan dalam rangka membahas pemilu (seperti kopdar).

Ada pertanyaan besar yang timbul atas "fenomena" ini, apa yang menyebabkan anomali masyarakat terhadap pemilu tahun ini meningkat? Penulis berpendapat bahwa ada beberapa alasan mengapa masyrakat kini menaruh perhatian yang lebih terhadap pemilu tahun ini.

Pertama, ketidakpuasan masyarakat akan pemerintahan yang sedang berjalan. http://www.berdikarionline.com/editorial/20120203/meluasnya-ketidakpuasan-rakyat.html walaupun berita tersebut ditulis tahun 2012 hal tersebut membuktikan bahwa sudah lama masyarakat "gerah" akan pemerintahan yang sedang berjalan. Ini lah salah satu alasan mengapa masyarakat berharap sangat terhadap pemilu tahun ini.

Kedua, munculnya sosok-sosok pemimpin muda yang kompeten. Hal ini tidak dapat dipungkiri lagi bahwa munculnya sosok-sosok pemimpin muda seperti, Joko Widodo, Ridwan Kamil, Tri Rismaharani membuat harapan baru dalam benak masyarakat. Hal ini pula lah yang harus kita perhatikan lebih dalam lagi, karena munculnya sosok-sosok tersebut seperti oase di tengah padang gurun yang gersang.

Tetapi setiap tindakan akan ada dampak buruknya pula, ini lah yang akan penulis tekankan dalam tulisan ini. Menurut penulis, ada dampak yang sangat buruk dari meningkatnya anomali masyarakat terhadap pemilu kali ini. Secara garis besar dampak buruk tersebut dapat tergambar dalam kata-kata berikut, "Masyarakat Cerdas atau Dibodohi"

Pemilu legislatif sudah berlangsung dan hasil perhitungan cepat sudah dapat menggambarkan sebagian hasil yang akan terjadi. Berbagai partai politik pun menyusun strategi untuk memenangkan pemilu presiden mendatang. Koalisi pun tak dapat terhindarkan, "perang" visi misi ideologi partai pun menjadi suatu hal yang masyarakat lihat. Pada titik ini lah masyarakat yang akan menjadi korbannya, terutama masyarakat yang sedang sangat menaruh perhatian terhadap jalannya pemilu kali ini. Mengapa penulis dapat berpendapat seperti itu?

Jika masyrakat sedang tinggi anomalinya terhadap suatu hal, pasti masyarakat akan mengikuti apa pun itu mengenai hal tersebut. Ini lah yang menjadi sasaran empuk bagi parpol yang sedang bertanding. "Perang" antar parpol sudah menjadi sajian yang sering terjadi akhir-akhir ini, khususnya di dunia maya. Kader partai A menjelek-jelekkan partai B, begitu pun sebaliknya kader partai B menjelek-jelekkan partai A. Tapi menariknya hal ini hanya terjadi di dunia maya, jarang terjadi di media-media cetak maupun digital. Masyarakat pun harus berhati-hati dalam menanggapi suatu berita kejelekkan suatu partai, karena tak mungkin masyarakat yang membaca berita tersebut menjadi anti terhadap partai yang dijelekkan tersebut. Padahal belum tentu kejelekkan suatu partai tersebut benar.

Hal ini lah yang nantinya akan menjadi sasaran empuk bagi parpol-parpol yang sedang bertanding, bisa jadi masyarakat akan dibodohi dengan isu-isu yang belum tentu benar adanya (black campaign). Jika sudah banyak masyarakat yang dibodohi, di mana lagi masyarakat yang mempunyai pikiran jernih dalam menyikapi "perang" pemilu ini?

Saran dari penulis untuk semua masyarakat yang memiliki animo tinggi dalam pemilu tahun ini. Jadi lah masyarakat yang "cerdas" bukan masyarakat yang "dibodohi". Penulis akan mengutip perkataan salah satu dosen penulis.

"Jika kita ingin membeli suatu barang berdasarkan kemampuan finansial kita saja, kita masih menjadi konsumen yang bodoh, tetapi jika kita ingin membeli suatu barang karena kita punya standar terhadap barang tesebut, berarti kita sudah menjadi konsumen yang pintar"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline