Lihat ke Halaman Asli

albert manik

Semangat adalah kunci kebahagiaan

Kemandirian dan Kejujuran dalam Belajar dan Diajar (Pentingkah)?

Diperbarui: 19 Februari 2021   12:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

"Kejujuran adalah bab pertama dalam buku kebijaksanaan." - Thomas Jefferson 

Melakukan apa yang Anda suka adalah kebebasan. Menyukai apa yang Anda lakukan adalah kebahagiaan". - Operah Winfrey

Sebagai seorang guru,Permasalahan yang sering dihadapi dalam mengajar di era pandemi covid 19 ini adalah masalah kemandirian dan kejujuran dalam belajar.Sangat miris ternyata pengalaman di lapangan dikarenakan kondisi antara kenyataan dan harapan jauh sekali berjarak.Kalau berbicara dari perspektif murid,ternyata banyak murid sekarang yang malas bangun pagi seperti biasanya.Hal ini pasti terjadi dikarenakan tidak ada lagi aktivitas rutin yang harus dijalankan untuk segera bergegas datang ke sekolah.Aktivitas bergegas ini tidak lagi dijalankan mengingat jarak antara ruangan tidur dan telp genggam hanya sejauh jangkauan tangan.Dilanjutkan dengan rutinitas mandi pagi.Saya meragukan  bahwa murid murid yang belajar secara daring atau online pasti jarang mandi pagi dan bersih.Mungkin cukup dengan cuci muka basahin rambut,ok sudah cukuplah.Seringkali kalau melakukan kegiatan konfrens,saya check dengan membuktikan anak didik tidak memakai pakaian seragam lengkap.Pakai baju seragam,tetapi bawahan celana rumahan sehari hari.Lucu memang melihat tingkah laku para murid.Mematikan kamera saat pelajaran berlangsung.Seringkali sinyal internet disalahkan,supaya aktifitas konfrens tidak perlu melihat guru,cukup dengan mendengar.Guru pun dibiarkan bicara sendiri tanpa memperhatikan muka anak didiknya.

Saya pernah membayangkan,dan mempraktekkan diri saya.Apabila saya mengajar orang orang yang tidak nampak dan diam,pastinya saya tidak tau bagaimana respon ini bisa berhasil (siswa mengerti apa yang saya katakan atau tidak).Sungguh ini adalah kenyataan,dan lagi guru tidak bisa marah menyikapi hal ini.Terkadang dengan mengelus dada dan seraya berdoa.Cukup masuk saja dan hadir dalam confrence sudah membuktikan dia aktif dalam belajar.

Saya salut kepada beberapa murid yang bisa secara disiplin masuk dalam google classroom dan hadir tepat waktu dalam google meet.Tetapi sedih jika kehadiran dalam ruang online ini hanya bisa diisi paling banyak 5-10 orang.

Kembali kepada kata  kemandirian,menurut saya hal yang perlu dilakukan secara berulang ulang adalah bukan merubah kebiasaan,tetapi perlu membiasakan kebiasaan.Kita percaya kebiasaan adalah sesuatu yang setiap manusia sering dilakukan di dalam kehidupannya,tergantung apakah pribadi seseorang itu menyikapinya secara benar atau salah kebiasaanya.Mandiri menurut kamus bahasa Indonesia adalah alam keadaan dapat berdiri sendiri; tidak bergantung pada orang lain.Apakah suatu kebiasaan,bisa mampu membuat orang mandiri?Menurut saya belum tentu.Kembali kepada pribadi masing masing murid juga.Saya juga meragukan kemampuan siswa untuk menyelesaikan pelajarannya secara mandiri,tanpa bantuan orang lain.Saya mempunyai anak laki laki yang duduk di kelas 2 dan 4 Sekolah Dasar.Saya sendiri juga pertama sekali kewalahan dalam membiasakan kemandirian anak saya.Mungkin karena usia kanak kanak yang masih suka bermain, dan harus diarahkan untuk serius tanpa dimarahi.Membiasakan kebiasaan membutuhkan kesabaran yang luar biasa keras untuk membuat suatu kedisiplinan.Disinilah peran orangtua mengarahkan dan membimbing anak agar sifat kemandirian perlu dijaga dan dipelihara sehari harinya.

Saya juga meragukan kemandirian siswa untuk mempelajari materi yang sudah diberikan oleh guru dan mengerjakan tugas secara rutin tanpa dibantu oleh orangtua.Nah disinilah kaitannya dengan namanya Kejujuran.Saya juga meragukan hal hal yang baik dari orangtua siswa saat anaknya belajar di rumah.Pernah saya melakukan confrence,sewaktu saya bertanya kepada salah satu siswa saya,orang tua dari belakang mencoba membantu anaknya dengan mengatakan "ini jawabnya" cepat bilang.jangan lama".Jadi otomatis yang pintar orang tua nya bukan lagi anaknya.Miris memang,disatu sisi guru perlu membuat skema stimulus respon,tetapi orang tua bukan menerapkan nilai kejujuran pada anak tersebut.

Sebagai seorang pendidik,kenyataan kenyataan ini menjadi catatan catatan tersendiri, agar proses pembelajaran berusaha mencari solusi dalam menerapkan nilai kejujuran.Tes kemampuan kognitif perlu juga diimbangi dengan sikap afektif dan keterampilan.Sebagai satu contoh,guru mengirimkan beberapa pertanyaan yang sudah dibuatkan link google form nya dalam bentukpilihan ganda.Ternyata sewaktu dikerjakan ada akun lain yang sudah masuk dalam database yang bukan nama muridnya,artinya akun ini sudah mengerjakan secara berulangkali,untuk mengetahui jawaban yang benar atau salah dalam pilihan ganda tersebut.inilah kenyataan yang terjadi.Kejujuran merupakan hal yang sangat jauh dalam kenyataan.Semua orang tua dan guru mengeluh tentang proses belajar mengajar karena sudah berlangsung sangat lama secara jarak jauh.Tetapi pernahkah kita mengeluh selama masa pandemi,Kapankah kemandirian dan Kejujuran menjadi satu dalam pribadi anak didik ini.Semoga kita bisa memulai dan mengerjakannya secara sederhana dan berkelanjutan.Semoga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline