Roman adalah anak petani di tepian pulau dan jauh di sebrang pulang jawa. Sulawesi Utara, ayahnya perantau kemana-mana masih berdarah biru sang ayah keturunan dari Raja Besar di Sulawesi Selatan pada masah penjajahan Benda yang berabad-abad lamanya. Dia adalah Sultan Hasanuddin seorang pahlawan negri ini melalui kesultanan Gowa melawan dan menantang penajajahan dengan caranya.
Roman memiliki darah pejuang kuat. Tapi ayahnya yang kerap di Panggil Abah Yusuf itu sering menasehatinya bahwa, "dulu perjungan dengan senjata, mengkucurkan darah segar dimedan perang. namun situasi aman jangan pernah tidur ya Roman. Ambil penamu dan buku-buku di rak buku tua ayah itu dan berjuanglah setiap hari dengan pena dan matamu yang selalu tajam membaca apapun, jadikan itu semua alat perjuanganmu hari ini. Setiap hari ayah akan selalu menemani roman dengan buku-buku."
Roman masih kecil, membaca buku masih terbata-bata, dan menulis masih dengan pena pensil. Kata-kata abah Yusuf selalu teringiang dan pesan inilah yang membuat ia tumbuh mencintai literasi sebegitu dalam.
Keteladanan dari Ibunya biasa Roman memanggilnya Mak dan orang-orang memanggilnya Mak Hawa. Mak hawa yang berdarah minang ini punya kebiasaan tertidur mesrah bersama buku tua dan mushaf Quran di sebelahnya. Roman tumbuh dengan keteladanan itu sejak kecil.
Sebagai petani, nelayan mereka adalah keluarga kecil yang hidup harmonis. Roman bersama adik perepuan satu-satunya Zahwa dan Ayah Yusuf serta Mak adalah contoh keluarga harmonis yang selalu memberi nuansa surga bagi orang sekitar apatah lahgi kala bertamu. Roman selalu menemani kolega dan sahabat ayah Yusuf baik sesama nelayan hingga kiyai serta ulama kenalan ayahnya. Sejak kecil Roman mudah bergaul, ketika menemukan kealiman dan ilmu mendalam pada seseorang Roman tidak canggung bertanya dan berguru banyak hal.
Gambaran singkatnya begitulah keluarga Roman. Zahwa adalah anak perempuan manja berbeda dengan Roman yang dipaksa oleh Ayah Yusuf dan Mak untuk menjadi laki-laki kuat. Kata Mak, "Abang (panggilan akrab untuk Roman di keluarga) adalah tiang keluarga ini kelak, jadi abang harus hebat, rajin dan bisa mengaji serta mau membrikan ilmu Abang besok jika menjadi urang hebat seperti Datuak Engku Haji Hamka itu". Nasihat Mak kepada Roman.
Perjalanan kecil Roaman begitu berkesan ia tumbuh dan besar di tengah naungan kasih sayang dua orang tua yang begitu hebatnya. Sejak masuk sekolah di bangku SD Roman adalah penulis cerita lucu yang ditunggu-tunggu di mading sekolah. Kira-kira SD kelas 4 akitivitas menulisnya mulai terasa. Dia menuliskan cerita lucu kiyai rekan ayah Yusuf, menceritakan kisah memancingnya atau apapun yang ada dipikiran ia sebagai anak kecil. Yang paling dinanti adalah tulisan Roman tentang dialog Malaikat. Tulis Roman misal, "Malaikat akan selalu bertanya kepada kita ya teman-teman, memarahi anak-anak seperti aku dan teman-teman yang selalu diam-diam kencing di celana kawan sendiri saat jalan ke surau mengaji malam hari" tentu tulisan ini mengundang tawa untuk anak-anak seusianya.
Begitulah Perjalan Roman di masa kecilnya ia memilih berjuang dan bersahabatkan senjata pena seperti pesan Ayah Yusuf dan Mak. Sampai jumpa di pekan Romansa Swindu berikutnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H