Lihat ke Halaman Asli

Albar Rahman

Editor, Writer and Founder of sisipagi.com

Bolak Balik Arus Rasa, "Kisah Sastra yang Mati?" (1)

Diperbarui: 25 April 2023   05:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pixabay.com taman hijau hati de voh

Kala duduk termenung di sudut perpustakaan sore itu. Seusai kegiatan sore sastra yang diselanggarakan di kampus kami. 

Aku termenung bersama lamunan mendung langit sore itu dimana mega merahnya mulai mendekati. Dari kejauhanpun tampak terbenam sang mentari. 

Lesuh wajahku sembari memutari pena dengan melemparinya sesekali mengudara. Ikut meramaikan sebuah selenggara sastra itu tidaklah lelah tapi lelah ini datang dari muara perenungan panjang akan sesuatu yang mengganggu benak pikiran ini. 

"mas.. mas.. mas.." Doar terkaget aku dan terperanjat. Sedari tadi ada sosok wanita berparas manis tiba dihadapan seketika, senyum dan menyapa. 

Si gadis manis itu menyapa lagi, "mas tidak apa-apa?" Spontan aku meresponnya "ohhh tidak apa-apa". 

Dia duduk hitungan waktu dan beberapa menit saja. Dia memperkenalkan diri sebagai anak komunikasi lalu memberi apresiasi pada penyelenggaraan sore sastra yang baru saja usai. 

Semakin sore kami berbincang begitu cairnya semakin asyik membicarakan dunia sastra. Namun ada satu pertanyaan dari gadis itu yang membuat aku kaget kembali kedua kalinya setelah peristiwa disapa kala sedang termenung. 

Setelah apresiasi tinggi diberikannya pada acara sastra yang baru saja usai, gadis itu kemudian berujar dengan bahasa inggris yang faseh kira-kira terjemahannya demikian "aku berpikir bahwa di masa depan sastra akan mati, manusia saat ini pelan-pelan tidak hanya dibentuk "berhati" robot tapi juga bertopeng palsu yang di sana tidak menyimpan rasa lagi.. " 

Panjang urainnya, setelah selesai celotehannya aku balas dengan bahasa inggris seadanya dan aku mencoba membantah pandangannya walau bantahanku terkesan naif. Aku katakan bahwa sastra itu bukan lagi hobi pada akhirnya dia akan menjadi kebutuhan, aku meyakini sastra akan terus bekerja membangunkan lagi emapaty yang sudah lama tertidur bahkan dia membukakan topeng kepalsuan yang tadi saudari jelaskan. 

Tidak ada kata sepakat dalam perbincangan sore itu. Ketika bahasa Inggrisku mulai terbata-bata dia tertawa dan aku juga ikut tertawa. Kami hanya sepakat tertawa pada sore itu. 

bersambung...  




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline