Lihat ke Halaman Asli

Albar Rahman

Editor, Writer and Founder of Books For Santri (Khujjatul Islam Boarding School)

UIISorenyastra: Tentang Upaya Menghidupkan Kembali Sastra, Asa, dan Rasa

Diperbarui: 25 Maret 2023   17:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

UIISoreNyastra#1: bareng pak Rektor (Dokpri)

Sore hari pada Ramadan ke 2, sebuah kenangan berharga berbincang dengan salah satu rektor Univeversitas Islam Indonesia. Sebuah Universitas karya anak bangsa dalam catatan sejarah Panjang kemerdekaan republik ini. Sekarang di pimpin oleh tokoh anak bangsa yang juga memiliki naluri juang dan kian memperjuangkan banyak hal diantaranya menghidupkan kembali sastra.

Kali ini beliau menggas UIISorenyastra, sebuah kegiatan menulis dimana para penulis puisi mengirimkan puisinya dan sekaligus membacakan dalam satu kegiatan ringan sore hari di pojokan kampus pusat UII di selasar perpustakaan Gedung Moh. Hatta yang luas dan megah ini dan diberi kesan bersahaja dalam kegiatannya.

Bungkusan acaranya dikemas begitu santai, layaknya suasana sore itu sendiri. Bahkan Pak Rektor ini juga duduk lesehan menikmati puisi yang dibacakan oleh peserta. Dan kami mahasiswa bisa berpapasan langsung dengan beliau bahkan ngobrol serta bercengkrama. Orangnya asyik, memberi kesan humble  begitu kuat. Pertemuan dengan beliau terbilang beberapa kesempatan berbagai kegiatan dan forum pada seminar offline maupun online.

Sejatinya sejak 2019 saya adalah murid “literasi” pak rektor yang intens membaca tulisan-tulisan beliau di “Pojok Rektor”. Akhirnya membuat diri ini banyak belajar sekaligus giat menulis. Singkatnya 4 hingga 5 tahun kemudian tulisan-tulisan beliau yang saya baca membuahkan hasil dimana per hari ini saya juga telah menggoreskan tulisan-tulisan dengan beragam tema artikel yang jumlahnya mendekati seratusan, ada tema sastra, humaniora dan filem dan hiburan serta lainnya. Sebuah titian mengikuti jejak dan semangat menulis sang Rektor.

Kembali ke sore yang hangat tadi, dalam sapaan bersama prof. Fatul Wahid sembari mendengarkan pembacaan sastra puisi sore itu. Saya mengutarakan ke pak rektor, bahwa sastra menurut saya belakangan telah mati sebut saja Eropa tersisa 17% pembaca puisi bahkan di Amerika tersisa 10% berdasarkan riset yang dilakukan bebrapa tahun lalu. Melihat fenomena ini maka lama kelamaan sastra akan mati.

suasana sore di UIInyoresastra#1, semakin sore makin ramai dan makin asyik syahdu (Dokpri)

Pak Rektor menanggapi tesis saya di atas, membantah dan tidak mempercayai bahwa sastra akan mati, beliau sama sekali tidak mengamini teori ini. Bahwa formatnya dan bentuknya akan berubah itu iya, tegas beliau. Dan dari kampus ini kita mulai menularkan hidupnya sastra itu lagi tegas beliau sekali lagi. Beliau mengatakan dalam sambutan perdana acara sore itu, “Sastra itu menghidupkan rasa dan mengembalikan empaty yang belakangan mati”.  

Data di Eropa dan Amerika bisa saja menunjukan bahwa sastra puisi akan mati. Namun semangat pak. Rektor kali ini memberi pesan optimis bahwa negri kita akan selalu melahirkan sastrawan besar.

Dalam catatan sejarah. Indonesia melahirkan sastrawan besar, sejak abad pertengahan kita memiliki Hamzah Fansur seorang ulama sekaligus sastrawan asal aceh, ada Ar-Raniri kemudian, lalu ke abad perjuangan kemerdekaan republik ini ada Chairil Anwar yang ahanya berusia 27 tahun, juga lanjut ada Hamka sastrawan dan ulama bergaris modern kemudian semakin kesini ada Taufik Ismail, muncul maestro Gus. Mus sang kiyai yang memiliki goresan puis-puisi luar biasa, tak kalah juga hadir Kiyai Zawawi Imron dengan puisi yang menarasikan keIndonesiaan begitu kuat.

Zawawi Imron dalam penggalan puisinya Negara Dom, tergoreskan: 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline