Lihat ke Halaman Asli

Albar Rahman

Editor, Writer and Founder of Books For Santri (Khujjatul Islam Boarding School)

Garis Embara Cinta, Kepergian dan Misterinya

Diperbarui: 16 Maret 2023   17:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. pribadi

Aku terbangun, dari riuh pelupuk mata. Memejam, membuka, lalu entah kemana?

Lalah letih bahkan kian ringkih, mencari-cari. Tapi untuk apa?

Bingung untuk dan demi apa. Aku pun berlabuh ke prahahara romansa. Lagi dan lagi tentang cinta, anatara harapan dan hati yang harus patah.

Cinta berbingkai asamara selalu saja bertutur indah, tapi misteri kepergianya selalu membayangi. Entah pergi karena riuh geloranya telah mati, atau karena kematian itu sendiri!

Garis takdir, garis kelana antara pasrah dan doa di bibir yang basah. Terkejut-mengetuk-terpikat lalu tak mengerti semua ini kejadian apa.

Cinta dan misteri seolah berjodoh. Pencarian seolah-olah pencarian paling alpha akan nyata. Seolah penantian panjang berbuah khayal demi khayal.

Rekat-pilu-pahit tertelan dijamu asmara paling pilu lagi pahit yang selau menjajikan rayu diaduk oleh glukosa berbahan alami capuran kurma dan madu, katanya. Padahal? Racun!

Adakah pujangga yang berani mengutuk asmara? Seolah semua pujangga adalah pemabuk asmara cinta.

Ini berbahaya. Karena pujangga yang menggores tinta disedang mabuk asmara. Berbahaya dan membunuh!

Sang pujangga itu sedang meramu racun berbahan ekpektasi. Semua akan sakau dalam khayal mematikan digaris cinta yang hanya singgah pada ilusi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline