Lihat ke Halaman Asli

Albar Rahman

Lecturer, Editor, Writer and Founder of sisipagi.com

Romansa Paling Pilu: Adalah Rindu

Diperbarui: 1 Desember 2022   17:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber ilustrasi: www.teropongpublik

Pernahkah kita merasa bahwa romansa yang manis. Seketika berubah pahit dan dengan segala kondisinya harus ditelan begitu saja. 

Mari kita definisikan hal paling pilu dalam romansa. Adalah rindu, di atas kita menyebutnya hal pahit harus ditelan begitu saja.

Romansa bukan saja tentang kisah dua insan sedang mabuk cinta, ada romansa seorang anak yang merindu sang bunda entah jarak bahkan dipisahkan karena ajal menyapa. Begitupun sebaliknya dimana sang Bunda yang merindukan anaknya. 

Terkadang dan memang selalunya romansa paling pilu adalah kerinduan.  Semisal harus mengenang nostalgia bersama sang Ayah yang telah tiada. Sanggupkah diri menahan dahsyatnya kerinduan?

Juga memang adanya rindu pada sang kekasih hati, mengingatnya, menostalgi lagi di ingatan dan banyak lagi. Kemudian sang kekasih digaris takdir dia telah tiada. Sepilu apa rindu ini? Apatahlagi ternyata kekasih hati itu tak akan pernah bisa musnah dalam cinta sanubari hati. 

Ada kisah seorang anak kecil di sebuah desa yang kecil ditambah kondisinya miskin, ia harus menggantikan peran sang Ayah sebagai pengembala hewan ternaknya kambing sejak usianya belia kisaran 7 tahun kira-kira. Sang ibunya masih ada dan caranya mengenang suaminya hanya bisa berdoa, ia shalat dengan baik hingga orang-orang ingin belajar dengaannya.

Singkatnya sang anak menjadikan hewan kembarannya jembatan kerinduan, sedang sang Ibu menjadikan shalat sebagai jembatan kerinduanya. Ini hal manis sekaligus pilu dalam sebuah bingkai cerita Romansa tentang rindu. 

Itulah rindu. Bagaimanapun sebuah kerinduan berawal kisah romansa tercipta daibalik dinding kenangan yang kemudian mengkristal diingatan. 

Sungguhpun pilu dan pahit ia tetaplah RINDU satu hal abstrak paling nyata untuk dirasakan. Bagai udara tak akan pernah bisa kau genggam namun ia kau rasakan baik perlahan sepoinya atau badainya yang kian menghantam hatimu begitu deras. 

Begitulah praha rindu. Tak perlu kau kutuk namun jadikan ia notifikasi untuk senantiasa mendoakan siapapun yang dirindu. Biarlah rindu bicara dan datang apa adanya. Hadapi sepahit apapun badainya dihadapan, rasakan sesepi apapun menemani hati. 

Salam rindu:)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline