Lihat ke Halaman Asli

albarian risto gunarto

saya datang saya lihat saya lalui saya tulis

Jelajah Gunung Ratu (Berwisata Dengan Cara Tak Biasa)

Diperbarui: 7 November 2022   15:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(konon) Makam Ibunda Gajah Mada (dok. pri)

Oktober menjadi bulan yang penuh kesibukan untuk menjalankan hobi. Setelah minggu sebelumnya mengantarkan istri menjalankan hobinya trail run yang sampai harus pergi ke provinsi lain.

Berikutnya saya bersama GKC Jombang juga pergi ke kabupaten sebelah, tepatnya di Kecamatan Ngimbang Lamongan untuk main lumpur. Sudah lama kami tidak main lumpur, gowes rutin mingguan-pun juga hanya dijalan aspal. (setiap sabtu kami tetap gowes, tapi memang sudah jarang di upload di medsos karena hanya mengulang jalur yang saya sudah sering mengulasnya).

Walaupun main lumpurnya harus berbayar, dibandingkan hobi berbayarnya istri, hobi saya jauh lebih murah. Tapi ojo dibanding-bandingke. Pepatah jawa mengatakan, Ono Rego Ono Rupo, Ada Harga Ada Wujud. Fasilitas dan lain-lain jauh lah, apalagi ini hanya lokalan. Yang sono event internasional.

Sebelum terjebak dalam lumpur (dok.pribadi)

Tapi man's will be boys, tetap bahagia jika bermain. Apalagi ini adalah even pertama setelah terakhir kami mengikuti even di Selorejo 2019 lalu. 

Menghadapi jelajah Gunung Ratu, yang konon merupakan tempat persemayaman Ibunda Gajah Mada ini. Gunung Ratu dan wilayah sekitarnya tempatnya teduh. Walaupun berada di pegunungan Kapur tetapi wilayah ini banyak sekali sendang-sendang yang airnya tidak pernah kering.(sayangnya tidak bisa melihat makamnya, karena harus naik tangga yang lumayan tinggi dan perjalanan yang kami lalui belum ada separuhnya).

Harus naik tangga untuk menuju makam (dok.pri)

Pengalaman kami mengikuti even di sekitar wilayah ini dan kebetulan di tempat kami juga mempunyai kontur serupa. Jalur ini akan mudah, melalui hutan jati dan kebun masyarakat, tanjakannya pun masih masuk akal, bisa dilalui tanpa turun dari sepeda. Musuh utamanya hanya panas matahari.

Kami berharap tidak hujan, sehingga tidak perlu untuk main lumpur. Tapi apa daya, ternyata memang cuaca sedang susah ditebak, seperti hati perempuan. Setelah beberapa hari tidak hujan, malam sebelum hari H hujan deras mengguyur kawasan tersebut.

Kami tahu dan mengenal tipikal tanah di jalur yang akan kami lalui, jalur dikomplek Pegunungan Kendeng Utara, lempung. Yang pasti semua sudah tahu, lengket, jika dalam keadaan basah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline