Lihat ke Halaman Asli

albarian risto gunarto

saya datang saya lihat saya lalui saya tulis

Penanganan Kemiskinan (yang Hanya) di Atas Kertas dan Baliho

Diperbarui: 22 Juni 2022   11:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pencari rumput di sebuah tanggul (dok. pribadi)

Penanganan di Atas Kertas

Kemiskinan ekstrem ternyata menjadi isu yang santer didengungkan , bukan hanya di Indonesia tapi juga didunia. Dan semakin naik angkanya sejak Pandemi Covid 19 melanda.

Angka kemiskinan ekstrem yang yang semakin meningkat di Indonesia, memaksa pemerintah untuk "berbuat sesuatu". Penangan kemiskinan Ektrem yang pada tahun 2021 hanya diberlakukan pada 35 Kabupaten/Kota, pada tahun 2022 ini diperluas menjadi 212 Kabupaten/Kota.

Untuk menunjukkan kesungguhan pemerintah mewujudkan 0% kemiskinan ekstrem pada Tahun 2024 dikeluarkanlan Inpres Nomor 4 Tahun 2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem. Inti dari Inpres tersebut adalah memerintahkan kementerian sampai pemerintah daerah untuk "berbuat sesuatu". Siapa melakukan apa.

Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Budaya bergerak cepat dengan segera menerbitkan Kepmen Nomor 25 Tahun 2022 tentang Kabupaten/Kota Prioritas Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrim Tahun 2022-2024.

Karena daerah yang menjadi prioritas sudah ditetapkan, biasanya Kemendagri selaku pembina Pemerintah Daerah akan segera menerbitkan peraturan pelaksanaan entah berupa Kepmen atau Inmen atau Surat Edaran saja. Dan biasanya didalam peraturan yang akan dilkeluarkan akan disertai reward maupun punishment -untuk tidak menyebut ancaman-.

Petunjuk Kemendagri menjadi sangat penting karena Inpres ini muncul di pertengahan tahun. Secara siklus perencanan maupun penganggaran sudah berada pada fase ditengah perjalanan untuk Tahun Anggaran 2022. Bukan berarti tertutup sama sekali jika dipaksakan dilaksanakan di Tahun 2022, masih ada PAPBD-walaupun sebagian kabupaten/kota sudah melakukan pembahasan-.

Tenang saja, Pemerintah Daerah cukup pintar dan punya jurus ampuh menyikapi hal-hal seperti ini. Terutama agar terhindar dari sanksi, yang berupa pemotongan DAU.

Karena memang indicator sudah dilaksanakannya Inpres itu, cukup sederhana, hanya berupa pertanyaan "berapa persen APBD yang digunakan untuk penanganan kemiskinan ekstrim".

Pada tataran ini, bisa dipastikan target yang telah ditetapkan dalam Inpres tersebut akan tercapai.

Antara Kebutuhan Hidup dan Gaya Hidup

Penanganan kemiskinan sebenarnya bukan hal baru. Penurunan kemiskinan selalu menjadi komoditi unggulan  kampanye untuk meng-gaet simpati konstituen pada semua level pemilihan -pun pemilihan kepala desa-.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline