Lihat ke Halaman Asli

Tak Ada Menunggu yang Tak Karam

Diperbarui: 30 April 2023   08:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Tak ada menunggu yang tak karam

belakangan kutahu;

mengapa rimbun tanaman tidak memaafkan embun. setiap pagi datang, semug kalut di kelopak daun, menetes tak karuan, selebihnya hanyalah daun-daun mati yang kekeringan cinta. bisa apa tumbuhan tumbuh tanpa cinta? menusia tak lebih mahir soal tumbuh melebihi mereka.

belakangan kutahu;

mengapa jendela tidak memaafkan angin pagi. setiap musim yang lalu lalang, jendela berganti muka, kadang murung, kadang senang, kadang menangis, kadang kesal. hingga waktu tidak lagi memberi kesempatan, sebab muda tak ada yang abadi, jendela menangisi besi-besinya yang karat, cat kayu yang dulu bening mulai mengelupas, kaca yang tak lagi jernih. barang sesaat, jendela membenci angin pagi yang tak mengerti karamnya menunggu sendiri.

Belakangan kusadari;

mengapa pintu harus ada satu. bila suatu saat ada yang mengetuk, kau tahu siapa yang datang. setidaknya dari berapa ketukan yang biasa terdengar dari pintu yang satu itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline