Praktek fotografi saat ini sangat mendominasi dari segala kegiatan, dan juga sebagai media merepresentasikan citra dan kebiasaan masyarakat Indonesia di social media, yang sering mempublikasikan dan melakukan praktik fotografi terutama pada bentuk dokumentasi, potret dan terus berkembang kepada fenomena mirror selfie portrait.
Melalui element cermin sebagai media untuk merefleksikan diri atau objek, mirror selfie portrait yang sering menampilkan sebuah citra atau branding pada social media, sehingga seolah-olah menjadi pesan yang utuh dan kompleks
Dengan penuh kesadaran, mirror selfie portrait ini mulai mengisi ragam karya seni fotografi potret saat ini terutama pada social media, elemen-elemen yang ada juga dipertimbangkan guna menunjang pemaknaan foto yang estetik.
Praktek mirror selfie portrait ini muncul karena pola kehidupan saat ini membuat individu selalu dekat dengan praktik fotografi, terutama oleh kalangan yang memiliki kamera profesional dan smartphone. Baik kamera profesional ataupun fitur kamera pada smartphone membuat hampir setiap orang melakukan praktik fotografi dengan objek, gestur, dan pose yang beragam, salah satunya fotografi potret dengan melakukan mirror selfie portrait, yakni aktivitas swafoto dengan diri yang menghadap cermin.
Namun hal ini bukanlah sesuatu yang baru terjadi di era modern. Jika kita tarik jauh kebelakang, Rabian Syahbana dalam bukunya yang berjudul “Selfie: Mengungkap Fenomena Selfie dari Masa ke Masa”, menjelaskan bahwa praktik mirror selfie sudah ada sejak lama, jauh sebelum smartphone ada.
Seperti self potret Robert Cornelius pada tahun 1839 Foto (1), Anastasia Nikolaevna pada tahun 1914 Foto (2) dan foto seorang anak laki-laki yang ditemukan di skotlandia sekitar tahun 1900-1950 Foto (3), yang memperjelas bahwa fenomena mirror selfie portrait ini bukanlah hal baru.
Robert Cornelius, Self-Portrait: The First Ever “Selfie” (1839)