Jujur saja, saya tidak bisa memulai hari tanpa kopi. Jika anda bertemu saya didunia nyata, anda pasti melihat saya meminum kopi hitam, kopi tubruk, maupun kopi - kopi starbucks keliling ketika kuliah maupun kerja. Selain mengkonsumsi, saya juga menyukai suasana suatu kafe ketika saya mengopi. Mungkin karena terbiasa nongkrong , mungkin karena saya suka melakukan hobi saya dikafe maupun tempat yang open.
Namun dalam periode post-covid ini, bagaimanakah kedai kopi beradaptasi, dan bagaimanakah mereka melanjutkan bisnis mereka?
Kedai kopi disini saya ingin klasifikasikan sebagai dua. Kedai Kopi franchise dan Kedai Kopi pribadi. Saya memberikan klasifikasi ini karena Kedai Kopi franchise akan pasti terus berjalan. Mereka merupakan bisnis yang memiliki banyak karyawan, tidak mungkin usaha ditutup maupun karyawannya dibayar tanpa bekerja. Untuk penelusuran ini, saya pergi ke tiga kedai kopi.
Yang pertama adalah Kopi Lain Hati di Cempaka Putih. Kopi Lain Hati awalnya memiliki periode tutup untuk kurang lebih dua minggu pertama. Namun seiringnya ramadan berjalan, Kopi lain hati kembali buka lengkap dengan persiapan dan peraturan dagang PSBB. Antriannya diberikan tempat sesuai dengan jarak physical distancing. Selain itu, minuman hanya dapat dibawa pulang saja, tidak boleh minum ditempat. Jam operasional juga dikurangi, bukanya lebih siang dan tutupnya lebih cepat.
Ketika saya bertanya mengenai kepada salah satu karyawannya, Ia mengatakan bahwa dalam satu hari, jumlah karyawan dalam shift tersebut dikurang sebesar 50% (dari 4 - 5 orang menjadi 2 saja). Selain itu, Ia mengatakan juga bahwa pengunjungnya mayoritas OJ-OL (Ojek Online) dibandingkan anak anak kuliah yang biasanya datang ke kedai tersebut. Jujur juga, melihat kondisi kedai yang biasanya memiliki open mic night setiap malamnya menjadi sangat sepi merupakan hal yang aneh.
Saya hanya bisa berharap bahwa suatu hari, Kopi Lain Hati bisa kembali lagi seperti dahulu.
Yang kedua Kopi Janji Jiwa di Ruko Apartemen Gading Mediterania. Kopi Janji Jiwa merupakan franchise yang besar. Kita sering meliihatnya sebagai stand dimall, maupun tempat nongkrong yang berada di ruko baik yang kecil mungil maupun yang besar. Jilid 399 ini merupakan salah satu Janji Jiwa yang besar. Outlet Janji Jiwa ini memiliki JiwaCoffee dan JiwaTOAST pula, sehingga menjadi tempat populer untuk ngopi.
Tidak seperti Lain Hati, Janji Jiwa tidak mengurangi staffnya dalam satu shift. Dalam satu shift, dua karyawan diberikan izin untuk tidak masuk. Selain itu, jam operasional berubah namun hanya dalam waktu tutupnya saja. Jam tutupnya menjadi 2 jam lebih cepat, yaitu jam 10 melainkan jam 12. Karena PSBB merestriksikan bahan bahan untuk masuk ke Jakarta, menu JanjiTOAST berdampak dimana daging ayam habis - menyebabkan 8 Sandwitch tidak dapat dibuat. Namun untungnya kopinya tidak apa apa. Janji Jiwa juga tidak memiliki pengurangan pelanggan karena memang dari awal, pelanggannya kebanyakan Oj-Ol.
Dan Yang terakhir, Kedai Kopi Kepo di Kelapa Gading. Kedai Kopi Kepo ini merupakan Ghost Kitchen, suatu bisnis kuliner yang tidak memiliki venue namun melakukan transaksi jual beli dari Oj-Ol. Saya mengira bahwa bisnis macam ini merupakan bisnis yang paling sedikit terdampak karena memang dari awal venuenya tidak dibuat untuk dijadikan tempat nongkrong, tetapi hanya sekedar tempat produksi saja.
Saya terkejut ketika saya melihat bahwa kendalanya sama dengan Janji Jiwa - kesusahan dalam supply. Yang biasanya dengan mudah mendapatkan supply dua kali dalam sebulan hanya dapat mendapatkan pasokan sekali setiap bulannya. Selain itu, ada beberapa menu kopi yang tidak dapat dijual karena tidak memiliki bahan untuk membuatnya. Saya hanya bisa berharap supply line untuk Kopi Kepo dapat membaik.