Selamat sore para haters yang pasti tidak cantik dan tidak ganteng, terima kasih telah menjadi bagian dari catatan sejarah makian dan fitnah kepada Alan Budiman.
Perlu kalian tau, saya orang Madura asli, punya nyali dan emosi. Saya juga manusia biasa yang bisa melakukan kesalahan seperti meledek perempuan korban pemerkosaan atau salah membunuh lalat padahal targetnya nyamuk. Saya bukan manusia seperti kalian yang tidak pernah melalukan kesalahan, maklumlah kalian kan lebih cerdas dari saya. Namun sebagai orang Madura saya tidak hanya berani menyembelih sapi atau kambing, saya juga berani meminta maaf jika memang melakukan kesalahan.
Alan Budiman tidak keberatan disebut kafir, liberal, bodoh, dan sebagainya. Ini negara demokrasi dan kalian bertanggung jawab dengan segala apa yang diucapkan. Namun ketika kalian merasa tidak bersalah dengan memfitnah saya yang menyangkut nama suku dan the power of emak-emak, saya merasa perlu sedikit menjelaskan.
Jika kalian sedikit pintar, saya yakin kalian menemukan banyak humor tentang orang Madura. Saya sebagai orang Madura selalu tertawa dengan humor yang sangat berlebihan tersebut. Sedikitpun saya tak merasa suku Madura sedang dilecehkan, meskipun humornya berisi konten yang sangat bodoh sekali.
Bagi saya, humor sombong untuk menjawab humor menjatuhkan itu sedekah non-formal. Maka dalam suatu kesempatan saya bilang "sejak kapan orang Madura takut sama orang Indonesia? Kalau ada orangnya Gayus ke rumah paling saya kalungi celurit" Namun ternyata kalimat tersebut tidak berhasil membuat kalian tertawa. Haha. Padahal kenyataannya kan Madura tetap bagian dari Indonesia. Hingga akhirnya saya hapus demi kenyamanan kita bersama. Ya sudah, saya mungkin tidak bakat melucu.
Namun kemudian tulisan yang sudah saya hapus tersebut masih diangkat lagi oleh salah seorang kompasianer. Sehingga muncul kesimpulan: saya mau mencelurit perempuan, main kasar, dan seterusnya.
Awalnya saya sudah melupakan hal ini. Apapun yang kalian katakan tentang saya, sedikipun tidak akan merubah hidup saya. Namun melihat Ken Absah kembali mengungkit dan menyindir, sepertinya saya perlu memanfaatkan momentum surat menyurat ini.
Kepada haters, baik yang tidak cantik maupun tidak ganteng, saya tau kalian tidak merasa bersalah dengan menulis judul-judul provokatif yang pasti fitnah itu. Saya pernah membaca salah satu tulisan yang sangat cerdas sekali: Yang Mau Kau Celurit itu Ibumu. Mungkin selain itu masih ada banyak lagi. Namun cukup dari satu tulisan amazing semacam itu sudah berhasil membuat perutku tergelitik, ada juga manusia sepintar itu sehingga mengalahkan kepintaran Jonru.
Saya pikir tulisan cerdas melampaui Jonru itu tidak akan ditelan oleh banyak Kompasianer. Namun melihat Ken Absah dan salah satu kompasianer kenthir yang suka menyindir ikut-ikutan cerdas, saya jadi berhenti tertawa, lalu tertawa guling-guling, ternyata kompasianer pun suka menelan daging mentah. Mungkin kalau ada yang menulis bahwa panda warnanya merah, putih, hijau, hitam dan biru, mereka akan menerimanya sebagai kenyataan.
Buat hatersku yang Budiman, apapun yang kalian katakan, tidak ada urusannya dengan saya. Kalian benci Alan Budiman karena pendukung Jokowi? Silahkan. Kalian benci karena tidak mampu membalas artikel bodoh saya yang jarang Headline? Silahkan. Kalian bebas untuk membenci dengan atau tanpa alasan. Teruslah membenci, teruslah memfitnah, dan setelah itu kalian tak perlu sedikitpun meminta maaf, karena saya sangat bahagia memiliki pembenci yang cerdas seperti kalian. Saya juga pastikan tidak akan ada yang membela Alan Budiman di Kompasiana, juga tidak akan menyeret kalian ke meja hijau, jadi santai saja. Namun berhubung dalam hidup ini semuanya dihitung, pahala atau dosa, ya sudah nanti kita totalan di akhirat.
Saya sendiri tidak pernah mengaku cerdas, saya hanya mengaku analyst, pemikir dan pakar mantan. Jadi kalau kalian kecewa ternyata saya tidak cerdas, itu pasti bukan salah saya.