[caption caption="Dokumen Pribadi"][/caption]
Pagi tadi aku kehilangan kata-kata. Benar-benar merasa bersalah namun sedikitpun tak bisa mengucapkan maaf. Selama ini aku percaya bahwa semua orang Madura memiliki rumah. Sekalipun kecil, saya tau semuanya sudah cukup layak. Tembok, genting, dan lantai.
Namun pagi ini aku seperti terbangun dari mimpi.
Masih di desa yang sama, tak jauh dari rumahku, aku melihat kenyataan. Aku menemukan dua rumah yang entah bagaimana harus ku deskripsikan.
Aku minta maaf Tuhan.
"Besok aku ke Madura. Tolong kumpulkan anak yatim dan janda tua yang kurang mampu" begitu katanya. Semua ini gara-gara dia. Dari sinilah awal semua cerita ini.
Seratus empat puluh orang berkumpul di rumah. Semuanya mendapat bingkisan selamat hari raya idul fitri berupa sirup, beras, minyak goreng, gula, dan kopi. Si pencari gara-gara ini datang dan langsung molor di ruang tamu, sementara aku dan orang-orang di rumah sibuk mengabsen dan membagi-bagikan bingkisan.
Semua berlangsung cepat. Barang bawaanya habis.
"Di desa ini ada yang belum punya rumah?"
"Kayaknya sih nggak ada" jawabku penuh percaya.
"Ya kalau rumah punya semua Mas, tapi yang rumah gubuk ada" celetuk salah seorang yang datang ke rumah mendapat jatah bingkisan.