Lihat ke Halaman Asli

Menghadapi Deras Arus Informasi

Diperbarui: 4 Juli 2015   12:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di era canggihnya tekhnologi membuat setiap kita semakin mudah mendapat informasi. Salah satu contoh kongkritnya adalah suasana berbeda pada saat kontestasi pemilihan Presiden 2014 yang membuat efek atau kesannya masih terasa sampai sekarang. Banyak orang dan media masih bersikap sama seperti masih saat kampanye. Mereka yang biasa membagikan info negatif soal Presiden Jokowi sampai sekarang tidak pernah bisa mengapresiasi. Labelnya pun masih sama seperti: joki, ojokowi, dan kodok (biasanya jokowi haters kalau sudah tidak bisa membalas komentar mereka hanya memberi emo kodok).

Di tengah derasnya arus informasi membuat setiap orang bebas berekspresi, bebas membagikan sesuatu sekalipun info yang disebarkan sudah ditambahi bumbu fiksi dan yang lebih buruknya kita sudah kesulitan membedakan berita benar dan bohong. Quick count real count Pileg dan Pilpres yang disebar oleh media dan kader PKS adalah salah satu contoh kongkritnya.

Sebenarnya tidak ada yang salah dengan beropini, itu hak setiap orang. Namun menjadi mengkhawatirkan karena banyaknya informasi hasil dari persepsi (yang menurut saya salah) dibiarkan hanya karena alasan enggan bersinggungan, malas beda pendapat atau takut diunfriend.

Saya sebenarnya juga sudah antipati, biarlah mereka seperti itu. Namun saya pikir apa iya akan terus seperti itu? Mereka menyampaikan informasi salah yang kemudian diterima dan dibenarkan oleh orang lain yang sekelompok (bisa karena ketidak tahuan atau kebencian).

Untuk itu saya coba untuk menjawab langsung status-status terbaru teman-teman yang saya pikir kurang tepat.

Saya menanggapi secara langsung dengan metode share. Alasannya karena saya enggan untuk terlibat adu argumen di lapak pemilik yang biasanya sudah terkotak-kotak akibat efek pilpres. Memang tidak semua saya jawab karena beberapa diantaranya sudah lama mereka tuliskan dan saya baru tertarik untuk menanggapi dan mengakhiri keputusan untuk antipati.

 

Dua gambar SS yang saya sajikan dalam artikel ini memang beda genre (anggaplah seperti itu). GAGAP INFORMASI: Orang yang baru tau gap impor expor Indonesia ternyata minus, mereka akan berteriak kencang lalu menganggap pemerintah di bawah pimpinan Presiden Jokowi sudah gagal. Mereka yang baru tau soal sepak bola tanah air akan menganggap Menpora tidak tau dan tidak mengerti bola karena telah membekukan PSSI. Mereka hanya melihat kenyataan yang terjadi saat ini, bukan pada fakta dan data. Sama seperti kasus minum kolak dengan tangan kiri karena tangan kanan memegang sendok beberapa waktu lalu, langsung disambut riuh sebagai kesalahan. Mengapa? Karena mereka fokus pada tangan kirinya. Begitu juga dengan alasan mengapa kancing jas hanya tertutup satu? Mereka yang tidak pernah memakai jas dan hadir di acara-acara formal mungkin akan menilainya sebuah kesalahan.

 

KONSPIRASI DAN COCOKLOGI: lihatlat betapa sebuah penilaian begitu sangat dipaksakan. Apa iya DPR sebodoh itu dan selama ini tidak sadar bahwa itu jebakan. Soal citra, sejak kapan DPR memiliki citra yang baik?

Saya berpikir kalau setiap orang bebas mengarang seperti itu lalu diterima sebagai kebenaran, betapa lucunya kehidupan kita.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline