Lihat ke Halaman Asli

Republik Persepsi

Diperbarui: 17 Juni 2015   11:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Diakui atau tidak, disadari atau tidak, sebenarnya kita ini bagian dari Republik persepsi. Masih ingat dengan Antasari? Berapa banyak diantara kita yang masih yakin bahwa Antasari tidak bersalah dan hanya menjadi korban dari skenario politik? Saya yakin banyak sekali.

Masih ingat dengan Lutfi Hasan Ishaq? Coba tanya pada kader PKS, apakah mereka mengakui LHI bersalah? Tidak. Mayoritas mereka akan mengatakan bahwa LHI tidak bersalah dan hanyalah korban konspirasi politik.

Baik Antasari dan LHI sama-sama memiliki persepsi baik di mata pendukungnya. Tak peduli hakim sudah mengetok palu, para pendukung tetap akan berdiri di atas seribu satu alasan bahwa yang didukungnya tidak bersalah. Mengatakan hakim tidak adil, hukum bisa dibeli dan sebagainya.

Mungkin sulit untuk menemukan orang yang kontra dengan Antasari (dalam arti menerima dengan sempurna bahwa beliau bersalah), karena persepsi publik tentang antasari sebagai ketua KPK pada saat itu terlanjur baik.

Kondisinya berbeda dengan LHI, tidak susah menemukan orang yang bahagia dengan penangkapan LHI. Karena persepsi publik (di luar kader partai) juga sudah terbentuk.

Pertama, PKS merupakan partai yang mendeklarsikan diri sebagai partai islam dan masyarakat tidak suka. Kedua, masyarakat sangat geram dan sensitif dengan label koruptor. Maka ketika LHI divonis sangat berat oleh hakim, hanya kader PKS lah yang marah dan tidak terima.

Setelah Antasari dan LHI, kini giliran Abraham Samad (AS) dan Budi Gunawan (BG). Di mata mayoritas masyarakat, citra KPK sangat baik. Ini berbanding terbalik dengan POLRI yang memiliki kesan sangat menyebalkan. Maklum, polisi jumlahnya sangat banyak dan tersebar di seluruh pelosok negeri. Polisi langsung bersentuhan dengan masyarakat, sementara KPK hanya menindak para elit. Jadi jika masyarakat tidak suka dengan polisi dan sangat mengagumi KPK, wajar.

Tensi politik meninggi saat KPK secara mengejutkan menetapkan BG sebagai tersangka kasus korupsi. Padahal Presiden baru beberapa hari sebelumnya mengajukan nama BG ke DPR. Mungkin saya tak perlu lagi menjelaskan kronologisnya, mari segera beralih pada persepsi.

BG berhasil memenangkan praperadilan dan hakim menyatakan sprindik KPK terkait BG tidak sah. Tentu saja hasil ini membuat mayoritas masyarakat kecewa. Dari opini cerdas hingga kecaman preman kampung dialamatkan kepada siapa saja yang mereka inginkan.

Saya melihatnya persis seperti kader PKS yang mencak-mencak karena ketua umum partainya dinyatakan bersalah. Tak main-main, Tuhan, kitab suci dan sejarah kenabian dijadikan motivasi dan alasan membela, setidaknya pembelaan untuk kalangan internal partai. Tidak penting bagaimana kecaman masyarakat dikemas, saya yakin pembaca sekalian sudah pernah melihat teman-teman di sosial media menuliskan tentang ini.

Sebaliknya, Abraham Samad ditetapkan sebagai tersangka karena kasus pemalsuan dokumen. Feriani Lim membuat paspor melalui bantuan AS dengan memasukkan namanya ke KK AS. Sekalipun ini adalah kesalahan klasik dan 'lumrah' dilakukan oleh banyak orang, namun valuenya berbeda karena AS adalah ketua KPK saat ini. Hukum tetap hukum. Langkah AS semakin berat karena kasusnya dengan Hasto PDIP belum selesai.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline