Lihat ke Halaman Asli

Roeslan Hasyim

Cerpen Mingguan

Ingin Pulang Seperti Janji di Awal

Diperbarui: 29 Maret 2021   16:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

independentarabia.com

Beras di kamar hanya tersisa 1 kg saja, dan sekarang masih tanggal 21, tersisa 9 hari lagi menuju bulan selanjutnya. Meskipun sebenarnya, tanggal muda tak seperti milik mereka, yang biasa mendapatkan gaji bulanan dari pemerintah. Namun setidaknya, tanggal muda selalu memberikan harapan baru, bak mentari pagi yang bersinar dengan cahaya terang, hangat mengusir udara dingin yang tersisa semalam.

"Tuhan, apa aku perlu mengeluh padaMu? Apakah aku harus berdoa meminta kepadaMu agar aku bisa hidup seperti tetangga lainnya? Ah sudahlah, Engkau Maha Tahu yang terbaik buat hambamu," Seruku dalam hati, duduk di teras rumah dengan penyangga-penyangga yang sudah rapuh termakan panas, dingin dan waktu. Bisa saja, hari ini atau beberapa hari kedepan, teras rumah yang setia menemaniku hidup dalam kemiskinan, roboh berguguran, seperti dedaunan kering diterpa angin, genteng-gentengnya bisa menimpaku saat memperhatikan rumah- rumah mewah di seberang.

"Permisi pak. Ini sedikit makanan untuk bapak." Seorang perempuan muda menghapiriku dari rumah mewah berlantai tiga yang sering aku pandang, dengan sepiring nasi, lengkap dengan sayur singkong, sambal, telur goreng, ayam goreng dan juga semangkuk buah segar.

"Alhamdulillah. Terima kasih dek. Sampaikan juga sama ibumu ya."

"Baik pak. Tapi jangan lupa pak, kalau sudah selesai, piring dan mangkuknya dikembalikan ya."

"owh iya dek. Maaf bapak lupa, keburu buang hajat dek," balasku.

Perempuan muda itu hanya membalas dengan senyum, dan mengambil piring serta mangkuk yang belum aku kembalikan kemarin.

"Oh iy pak, Letakkan saja piring dan mangkuknya di depan pintu gerbang ya, seperti biasanya, setelah bapak selesai makan. Nggak usah di cuci juga ya pak!" Tegas perempuan muda itu kemudian berlalu.

Bisa jadi perempuan muda itu merasa risih kalau piring dan mangkuknya, aku yang mencucinya. Mungkin perempuan itu pernah memegorkiku mencuci piring hanya dengan air saja, tanpa menggunakan sabun pembersih.

Satu langkah, dua langkah dan seterusnya, aku perhatikan perempuan muda itu, berjalan penuh kegembiraan, seakan merasakan kepuasan setelah ia memberiku makan. Aku perhatikan dia, sampai benar-benar menutup pintu gerbang di rumah seberang.

Sebenarnya, bukan hanya aku saja yang mendapatkan jatah makan sore setiap hari. Ada beberapa orang lainnya memiliki nasib yang sama sepertiku, tak punya pekerjaan tetap, hidup hanya pas-pasan saja, tak mampu membeli apa-apa seperti halnya orang lain di lingkungan ini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline