"Abah, kenapa kita harus pindah? Ini kan tanah kelahiranku. Aku tak mau pergi dari sini! Seruku pada Abah.
"Sudah, bereskan saja semua barang-barangmu. Barang-barang sepeninggalan ibumu juga jangan lupa." balas Abah
Selesai berkemas, aku duduk di sebelah Abah. Dia kemudian menghidupkan mobil offroad yang biasa kami gunakan ketika ingin menjelajah hutan. Sedangkan sebagian barang lainnya, sudah siap diangkut menggunakan truk ukuran sedang.
"Abah kita mau pergi ke mana?"
"Kita ke tanah kelahiran ibumu. Di sana kita akan tinggal."
"Kenapa kita harus pindah ke sana Abah? Aku lebih nyaman di rumah di mana aku dilahirkan. Abah kan tahu sendiri, kalau aku itu orangnya tidak betahan."
"Abah yakin. Kamu di sana nanti akan lebih betah."
"Eeem Abah. Aku kan tanya kenapa kita harus pindah. Abah malah jawab yang lainnya!"
60 menit perjalanan udara sejuk mulai semakin terasa di kabin mobil bagian depan, tempat Ayah sedang asyik memainkan kemudi dan kaki yang bergantian menginjak pedal gas, rem dan pedal kopling. Kanan kiri jalan yang kami lewati semakin menghijau dengan tanaman jagung, tembakau dan beberapa pepohanan yang berdiri seakan melambaikan tangan mengucapkan selamat jalan.
"Tanaman tembakau itu, jadi salah satu penyumbang terbesar pendapatan negara. Tapi sayang, hanya pemilik perusahaan rokoknya yang kaya, petaninya hidup pas-pasan saja." gerutu Ayah sambil mengemudi.
Beberapa hewan seperti sapi dan kambing terlihat bebas berjalan kaki tanpa tali yang melubangi hidung mereka. Mereka seakan senang tumbuh besar tanpa harus dikandangkan.