Lihat ke Halaman Asli

Logika Mistika yang Menjadi Penyebab Indonesia Sulit Maju

Diperbarui: 19 Juni 2024   18:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(sumber : kepustakaan-presiden.perpusnas.go.id)

Aep adalah seorang pengusaha tekstil sukses yang baru saja menikah. Tak lama setelah resepsi pernikahannya, istrinya mengalami penyakit serius. Aep meyakini perkataan kakeknya bahwa penyakit tersebut adalah "kiriman" dari pesaing bisnisnya yang tidak suka dengan keberhasilan Aep di industri tekstil. Karena itu, Aep mendatangi dukun agar istrinya sembuh dan untuk menangkal "kiriman" tersebut. Namun, tiga minggu setelah Aep melakukan ritual sesuai anjuran dukun, istrinya meninggal dunia akibat komplikasi berat karena tidak mendapatkan penanganan medis yang diperlukan.

Cerita ini mencerminkan bagaimana pemikiran banyak masyarakat Indonesia dari dulu hingga sekarang masih sering terjebak dalam kepercayaan mistis. Dalam bukunya "Madilog", Tan Malaka menyebutnya sebagai "logika mistika". Masyarakat seringkali gagal menalarkan masalah secara rasional, sehingga tindakannya didasari oleh kepercayaan yang tidak ilmiah, yang dapat berujung pada akibat yang lebih parah.

Tan Malaka, yang menyamar dengan nama Ilyas Hussein di Bayah, Banten pada tahun 1943, menulis tentang "logika mistika" dalam bukunya "Madilog" (Materialisme, Dialektika, dan Logika). Pada masa perjuangan kemerdekaan, masyarakat cenderung berpikir pasif dan berharap pada sosok ratu adil, yang membuat mereka menyerah pada nasib.

Begitu pula, Tan menulis bahwa meskipun ada hal-hal yang belum terjelaskan, pengetahuan manusia akan terus berkembang. Ia menekankan bahwa mengklaim ada batas pengetahuan adalah jatuh ke dalam mistikisme dan dogmatisme. Tidak ada yang mutlak benar, karena pengetahuan akan terus berkembang dan memberikan jawaban yang lebih tepat di masa depan.

Tan Malaka juga mengingat tiga definisi ilmu pengetahuan yang dipegangnya selama lebih dari 20 tahun pelarian:
1. Ilmu pengetahuan adalah berpikir secara akurat, tepat, dan berbasis bukti.
2. Ilmu pengetahuan adalah penyusunan fakta-fakta.
3. Ilmu pengetahuan adalah penyederhanaan melalui generalisasi.

Kesimpulannya, penting untuk berpikir secara logis dan ilmiah serta mengkaji masalah secara empiris. Dengan pemikiran yang berdasar pada realitas, kita akan mendapatkan jawaban yang lebih tepat. Kita juga harus selalu terbuka terhadap pengetahuan baru, karena sikap "longlife learner" akan menambah referensi dan meminimalisir kesalahan akibat cara berpikir yang kurang tepat.

Referensi:
Malaka, Tan, 1951, MADILOG, Jakarta: Penerbit Widjaya Djakarta
 Youtube: Malaka Project

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline