Panas kota tak sepanas isi kepala
Ia yang mencari keadilan tanpa peta
Mencaci dengan seribu jancuk pada mimpi yang kandas
Memaki petaka yang menggelepar di mulut kota
~
Di jantung sunyi ia pernah berumah
Terperangkap dalam buram jendela kota
Lantas mengetuk pintu kefanaan
Dan waktu nyaris berhenti pada titik penantian
~
Sungguh ia pernah berduel dengan derita bergelut dengan maut
Berjalan dan mencari sampai batas paling nyeri
Hingga lupa pada perih air mata
Sampai suatu senja matanya berkaca kaca ketika di palung sunyi ia temukan nama-Nya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H