[caption id="attachment_217383" align="aligncenter" width="548" caption="koleksi pribadi"][/caption] Jantungmu masih berdegup ada gelisah diwajahmu yang gugup, terlihat dari cahaya tuamu yang kian redup.. Kaki masih mengayuh denyut waktu, hari hari berguguran, tercecer menjadi kenangan pada bilik bilik ingatan, beku menjadi abu masalalu.. Di wajahmu selembar tisu masih setia menyeka genangan air mata orang orang yang menyimpan luka, berharap diujung perjalananmu temukan penawarnya.. Waktu terus berkemas, bergegas temui pagi yang nampak cemas menuliskan resahnya pada lembar lembar kertas, tiap detik berdetak untaian harapan hampir selesai terangkai, berharap benih benih mimpi tumbuh semai Diujung catatanmu orang orang segera melepaskanmu dengan sekeranjang luka, canda tawa, juga suara lonceng diawal petang pada pintu malam menyampaikan salam perpisahan, merias malammu dengan pesta suka cita dipenjuru kota, antarmu melepas sepi menjemput pagi menyalami wajah mentari.. Diakhir perjalananmu orang orang masih meracik doa doa, memintalnya menjadi harapan, padamu mereka titipkan mimpi pada putri pagi berharap mimpi mimpi itu menjadi matahari yang terbit dipundak januari mencium kening bunga bunga mengantar bait bait doa pada pemilik semesta..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H