Lihat ke Halaman Asli

Pro Kontra dan Polemik Pilkada Serentak 2024

Diperbarui: 12 Juni 2022   22:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Penulis : Alan Arrofiqi (204102030028) 

Wacana Pilkada Serentak pada Tahun 2024 nanti menjadi pembicaraan yang sangat menegangkan di kalangan pemerhati pemilu. Namun,Pilkada yang akan dilaksanakan serentak ini telah termaktub dalam Undang-Undang No.10 Tahun 2016 tentang Pilkada disebutkan bahwa pilkada tahun 2022 dan 2023 dilaksanakan serentak pada tahun 2024. Pilkada ini mencakup elite negara mulai dari Bupati hingga Presiden.

Tak hanya jadi bahan perbincangan,pro kontra di dalamnya adalah sebuah keniscayaan. Entah dari kalangan masyarakat biasa sampai pada elite penguasa sendiri. Jika menarik dari sisi pro nya,penulis mengambil pendapat dari salah satu pakar Hukum Tata Negara (HTN) Fakultas Hukum (FH) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Dr. Agus Riewanto menyebut Pemilu serentak adalah pilihan yang baik.

Ia mengatakan, jika dilihat dari perspektif Pemilu, biaya yang dikeluarkan untuk menggelar Pemilu serentak bisa murah dan tingkat kebosanan pemilih menjadi rendah. Beliau menyarankan agar KPU membuat skema dan teknis dengan sederhana saja ; memperkecil ukuran surat suara. Selain dari pendapat individu,ada 2 fraksi partai yang juga setuju apabila pilkada dilaksanakan serentak di 2034 mendatang. 

2 fraksi tersebut adalah fraksi PDIP dan PPP. Menurut fraksi PDIP perencanaan penggelaran pilkada serentak 2024 harus tetap dilaksanakan. Karena menurutnya,hal itu sesuai dengan desain konsilidasi pemerintahan pusat dan daerah.

Berbeda dari pakar hukum HTN UNS dan pendapat dari kedua fraksi tersebut,ada juga sejumlah fraksi yang kontra dengan keputusan pilkada dilaksanakan serentak tahun 2024 meniadi undang-undang dan tetap mendukung untuk dilaksanakannya pilkada 2022-2023. Fraksi tersebut diantaranya adalah Golkar,Nasdem, hingga Demokrat.

 Bahkan Wakil Gubernur DKI Jakarta,Ahmad Riza juga berharao bahwa pilkada dapat dilaksanakan tahun 2022,sebab menurut Riza harusnya pilkada telah dilaksakan tahun 2019 dan tahun 2020. Jadi,idealnya di 2022.

Disamping pro dan kontra terkait dengan penetapan pilkada serentak 2024,di Negara kita juga sedang terjadi polemik tentang tidak diperbolehkannya eks-Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) untuk mendapatkan hak memilih oada kontestasi pilkada yang akan datang. Tidak hanya eks-HTI,eks-FPI juga wacananya akan dilarang untuk memilih.

Menurut penulis pribadi,justru hal ini sangat menyalahi konstitusi negara. Sebab hak memilih hanya boleh dicabut berdasarkan putusan pengadilan jika yang bersangkutan melakukan tindak pidana yang menyebabkan haknya dicabut. Untuk hal ini tentu saja menjadi polemik dan banyak yang tidak setuju. 

Sebab ini menyangkut hak asasi,dan sebagai negara hukum harusnya melindungi hak-hak warga negaranya terlepas warga yang dimaksud adalah mantan pengikut HTI atau FPI yang terbukti radikal.

Demikianlah artikel yang dapat penulis sampaikan,kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan guna perbaikan penulisan di masa mendatang. Mohon maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan ini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline