Lihat ke Halaman Asli

Alan Pasaribu

BLITZKRIEG

Perang Itu Harus Terjadi, Bukan tentang Ego Semata tapi Tatanan Dunia yang Harus Dijalani

Diperbarui: 10 Maret 2022   02:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

A girl in a war.

Memang mahal harga yang harus dibayar untuk mendapatkan peradaban yang berkembang atau tidak mandek. Dari zaman dulu sampai sekarang, manusia itu memang ga pernah akur, tapi apa iya, kita hanya melihat ketidakakuran itu cuma dari satu sisi saja, apalagi satu sisinya cuma yang buruk? 

Padahal kita sekarang bisa hidup lebih baik dan damai, karena perang-perang yang telah dilakukan loh. Mulai dari perang zaman Nabi, sampai perang dunia kedua, dan yang terakhir ini ada perang Ukraina dan Rusia. Semuanya itu punya tujuan yang lebih baik kok untuk kita semua di masa depan!

Tapi, apa semuanya itu harus selalu diselesaikan dengan perang yaa? Apa ga ada gitu jalan-jalan lain yang mudharatnya lebih kecil? Ya ada sih, tapi biasanya itu ga ngubah apa-apa, dan ujung-ujungnya perang menjadi cara terbaik untuk mengubah dunia atau masyarakat yang merasa perlu berubah.

Perang ini punya masalah filosofis yang sangat dalam, dia seperti Joker yang ada di film Batman, mungkin kita saat masih kecil membenci Joker dan selalu mendukung Batman, tapi saat kita telah dewasa, kita jadi mengerti dan memaklumi Joker, karena dia menggambarkan perlawanan dan kebebasan, dimana manusia ketika telah sadar akan penindasan, dia berusaha bangkit dan melawan.

Memangnya orang-orang yang mengecam perang, tidak ikut bersorak-sorak ketika sang penjahat perang telah ditaklukkan? Kan mereka semua tetap bergembira, dan hal itu hanya bisa dilakukan dengan berperang, mau ga mau yang anti perang harus berperang, daripada ia tertindas oleh yang ia anggap salah tadi, itu lebih menyedihkan.

Dulu, saat perang dunia kedua berlangsung. Negara seperti Amerika, Inggris, Prancis, tadinya ga mau berperang, karena mereka paham kerugiannya. Tapi Jerman yang juga dengan trauma kekalahannya di PD1, serta ekonominya yang banyak disanksi, berusaha untuk keluar dari hegemoni, mau tidak mau harus melawan sekutu dan memulai perang. Sekutu juga tidak bisa tinggal diam, mereka harus melawannya juga, jika tidak, mereka yang akan dibunuh. 

Emang orang-orang yang anti perang dari pihak sekutu akan diam saja jika dipukul? Pastinya dia akan balas, atau setidaknya menghindar, karena ada rasa sakit di sana yang akan membinasakan dia sebagai sebuah eksistensi. 

Oleh karena itu, dalam hal melawan atau menghentikan manusia, kita tidak bisa pastikan itu bisa diselesaikan dengan damai, karena tindakan atau respons manusia itu di luar tanggung jawab manusia lainnya.

Uniknya adalah, perang ini bukan tentang salah melawan benar, tapi ia adalah tentang benar melawan benar. Manusia itu memang unik, karena tidak ada standar yang pasti untuk kita semua, kita semua punya versinya masing-masing atas kebenaran. Bahkan orang-orang yang tidak punya kebenaran, dia tetap punya kebenaran dengan percaya bahwa tidak ada kebenaran. Karena kita semua memperjuangkan apa yang kita anggap benar. Dan kebenaran adalah sesuatu yang layak untuk dibela mati-matian, karena dari apa yang kita anggap benar, kita akan hidup. 

Sama seperti ketika Hitler menafsirkan kebenarannya sendiri di PD2, dia itu tidak salah, yang dia lawan juga tidak salah. Kita Pukul orang karena kebenaran, dan mereka lawan balik pukulan kita juga karena kebenaran. Maka kita harus perang, karena akan ada dampak baiknya setelah itu. Jika kita menang, kita bisa hidup damai nantinya, karena dia ga bisa pukul kita lagi, dan jika kita kalah, setidaknya kita sudah mencoba untuk menghentikan dia yang mencoba berbuat kerusakan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline