Lihat ke Halaman Asli

Indonesia Memasuki Perangkap Utang Luar Negeri

Diperbarui: 29 September 2015   07:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tekanan terhadap rupiah tak juga berhenti, Pemerintah terpaksa menerbitkan paket kebijakan untuk mengatasi krisis. Publik tak merespon antusias, karena mayoritas paket kebijakan tersebut baru akan berdampak dalam jangka panjang. Pada paket kebijakan ekonomi tersebut belum terlihat jelas kebijakan pemerintah untuk meningkatkan volume dan kualitas transaksi dalam negeri, agenda perbaikan institusi, dan agenda penghapusan kebijakan yang menekan kehidupan masyarakat lapis bawah.

Kemampuan mengelola pinjaman luar negeri, investasi asing dan mengatasi krisis nilai tukar sangat ditentukan oleh kapasitas institusional suatu negara. Penelitian mengenai dampak pinjaman luar negeri dan investasi asing ini menunjukkan hasil yang beragam. Sebagian negara menunjukkan dampak positif dan sebagian lagi negatif. 

Di negara yang menunjukkan dampak positif, utang luar negeri dan investasi asing berhasil menggerakkan pertumbuhan ekonomi karena dapat menutupi kekurangan sumber daya, menambah tabungan dan sumber devisa, transfer teknologi dan mangemen, hingga membuka akses pasar luar negeri (Chenery and Strout, 1966; Papanek, 1973).

Sebagian yang lain menunjukkan dampak negatif karena utang luar negeri dan investasi asing bukan melengkapi, tapi mensubstitusi penuh sumber daya lokal. Transfer kapasitas tak terjadi karena teknologi yang diimpor tidak sesuai. Lebih jauh utang luar negeri melahirkan kesenjangan dan mendorong terjadinya korupsi (Griffin, 1970; Boone, 1996; Easterly, 1999,2003).

Perbedaan ini kemudian menggeser fokus analisis ke prasyarat keberhasilan. Beberapa studi menunjukkan bahwa kapasitas institusi dan struktur ekonomi negara pengutang adalah faktor yang menentukan (Chatterjee and Turnovsky, 2006).

2011: Rupiah Mulai Melemah, Ekspor Memburuk

Meski menjadi isu ekonomi utama saat ini, pelemahan Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat sesungguhnya telah dimulai menjelang akhir 2011. Umumnya orang akan mengatakan bahwa penurunan rupiah dapat memacu kenaikan ekspor. Tak kurang Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan bahwa merosotnya rupiah justru menguntungkan bagi eksportir.

Namun argumen tersebut tak berlaku dan tampak sangat amatir untuk saat ini. Pelemahan nilai tukar rupiah justru diiringi oleh penurunan ekspor sejak 2012 dan berlanjut hingga 2015 (lihat Gambar-1). Sejak 2009 Indonesia mengidap paradoks nilai tukar. Penguatan rupiah justru diiringi oleh kenaikan ekspor. Sebaliknya pelemahan rupiah justru diiringi oleh penurunan ekspor. Mengenai paradoks nilai tukar ini akan dibahas di tulisan lain.

Penurunan ekspor yang berlanjut dan peningkatan kewajiban pembayaran utang luar negeri di sisi lain telah menyebabkan Debt Service Ratio (DSR) meningkat hingga mencapai 56,08 persen pada kwartal kedua 2015. Neraca transaksi berjalan yang sebelumnya selalu surplus mulai tertekan sejak 2011 hingga akhirnya bertahan dalam posisi defisit. 

Sejarah mencatat bahwa menjelang krisis 1998 utang swasta meningkat pesat melampaui utang pemerintah (lihat Gambar-2). Krisis ekonomi yang dipicu oleh ketidakmampuan swasta memenuhi kewajiban utang luar negeri jatuh tempo dan berlanjut hingga rush perbankan. Pengambilalihan tanggung jawab oleh negara menyebabkan utang luar negeri pemerintah membengkak melampaui utang swasta paska 1998.

Tahun 2004 Megawati diganti oleh Susilo Bambang Yudhoyono. Setahun kemudian utang luar negeri swasta kembali meningkat, namun rasio utang luar negeri terhadap PDB terus menurun hingga mencapai titik terendah 25 persen pada tahun 2011. Ini mengindikasikan laju pertumbuhan ekonomi masih lebih tinggi dibandingkan laju pertumbuhan utang luar negeri.

Pada tahun 2012 rasio utang luar negeri terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) juga mulai naik menjadi 27,4 persen. Sebelumnya Debt Service Ratio (DSR) telah lebih dulu merangkak naik. Meski tak stabil, kecenderungan DSR mulai merangkak naik dimulai sejak tahun 2005.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline