Lihat ke Halaman Asli

RD: Prestasi Timnas Indonesia 20 Tahun Terakhir Tak Pernah Juara Satu

Diperbarui: 25 Juni 2015   08:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Mantan Pelatih Timnas U-23 Rahmad Darmawan mengatakan, selama 20 tahun terakhir Timnas Indonesia belum pernah menjuarai dalam kompetisi sepakbola. Dikatakan Rahmad, walaupun di SEA Games itu nyaris, tapi dirinya melihat sebuah kegagalan. Ini bahan bagi intropeksi yang membuat kebijakan ataupun regulasi itu untuk membuat kompetisi strata di segala umur.

Menurut Rahmad, standarisasi timnas dalam beberapa pertandingan itu sudah terabaikan, namun ia menyayangkan kalau adanya deskriminasi dalam pemilihan pemain sepakbola U-21.

“Dari prestasi yang diperlihatkan timnas dalam 20 tahun terakhir, hampir tidak ada yang mampu menembus juara satu. Walaupun di SEA Games itu nyaris, tapi saya melihat sebuah kegagalan. Ini bahan bagi intropeksi yang membuat kebijakan ataupun regulasi itu untuk membuat kompetisi strata di segala umur,” kata Rahmad Darmawan dalam wawancara dengan salah satu radio nasional, Sabtu (10/3).

Sebetulnya, kata Rahmad,  kalau Timnas Indonesia melaksanakan kompetisi regular itu tidak akan membutuhkan terlalu lama. Karena pemain itu dalam kompetisi mereka akan belajar berorganisasi dan bermain sepak bola yang benar, kompetisi dan taktik yang benar.

“Sehingga akan terjadi mind set-nya itu akan terjadi. Sebab di Indonesia itu kompetisi U-16 itu tidak ada,” ujarnya.

Sebagai contoh, ucap Rahmad, dirinya membentuk Timnas U-23 membutuhkan waktu tiga bulan. Di Singapura itu mereka tidak ada tim regular itu mereka menggunakan kompetisi di luar negeri. Memang masalah terbesar kita kompetisi kita itu tidak ada kompetisi regular. Idealnya itu tiga bulan untuk membentuk tim di kompetisi.

“Itu bagaimana ke depan kita mengevaluasi lima pemain asing, dan memberi kesempatan pada pemain muda. Kita mengetahui banyak sekali lapangan sepakbola. Namun lapangan yang memenuhi kualitas itu bisa dihitung jari. Bayangkan negara yang muncul seperti Vietnam itu mempunyai lapangan sepakbola yang memenuhi standar internasional,” tegasnya.

Rahmad mengakui pertandingan pada Piala Sultan Hassanah Bolkiah dimana Timnas Indonesia dikalahkan Timnas Brunai 2-0 cukup melegakan. Menurut Rahmad, permainan Piala Sultan Brunai itu ada batasan umurnya, dan karena itu setiap tim muda itu harus menambah jam terbangnya.

“Kalau kita melihat pencapaian turnamen kali ini cukup melegakan itu karena sampai final, dan kalau kalah dengan Brunai itu menyesakkan, karena dari sejarah kita itu hampir tidak pernah kalah dari Brunai. Itu karena ada batasan umur, itu kita harus hargai mereka, dimana tim muda itu mereka harus menambah jam terbang,” katanya.

Penurunan kualitas permainan, ucapnya, karena masa jeda satu hari itu belum bisa konsentrasi pada malam pertandingan itu. Memang berbeda dengan permainan Timnas Indonesia dengan Vietnam yang membutuhkan permainan yang maksimal.

“Penurunan kualitas permainan, karena masa jeda satu hari itu belum bisa konsentrasi pada malam pertandingan itu. Memang berbeda dengan permainan Timnas Indonesia dengan Vietnam yang membutuhkan permainan yang maksimal. Itu jeda satu hari itu seluruh lini itu intensitasnya jauh menurun. Dan lini belakang saya melihat konsentrasi mereka dalam melakukan pertahanan itu sering tidak bisa melakukan perlawanan, dan apalagi saat melakukan dua perlawanan,” jelasnya.

Terkait penurunan pemain, kata Kolonel Marinir TNIAL itu, dalam turnamen itu grafik itu naik turun dan naik turun itu biasa, dan puncak maksimal melawan Vietnam.

“Ini saya bilang taktik permainan belum berjalan lancar. Itu kita terlalu mengandalkan Andik dan Joshia, itu terlalu mengandalkan keduanya, dan play dari lini gelandang dan depan itu kurang berjalan efektif. Itu sedikit sekali kreatif bermainnya. Dan itu terhenti kalau ada permainan, kecuali kalau ada Andik dan Joshou itu cukup besar, dan ketika melakukan kombinasi ke depan itu kurang maksimalnya support dari lapangan tengah. Karena secara umum itu butuh waktu lagi tim yang solid,” ucapnya.

“Dan saya yakin, itu harus menseleksi dalam pemain di ISL itu. Itu usia 21 tahun, dimana mereka tidak terjadi deskriminasi. Saya tidak menyetujui itu, apalagi dalam pemain junior dibawah umur 21 tahun. Itu jangan sampai mereka terjadinya deskriminasi umur 20-an. Itu pendekatan rasa dan hati kita pada pendekatan sepak bola, dan mereka diberikan pilihan dengan yang terbaik. Kita yakin apabila mengandalkan ISL itu dikaloborasikan saya yakin akan luar biasa.”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline