Lihat ke Halaman Asli

Alam Semesta

Instructional Designer

Tapak Tilas di Negeri Bambu dan Negeri Bumbu

Diperbarui: 24 November 2019   09:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

CV Mudilan Group

Perlu tindakan dan kerja nyata untuk memperkuat kedudukan bahasa Indonesia di tingkat internasional. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan berperan sebagai pengajar bahasa Indonesia di luar negeri. 

Selama menjadi duta budaya dan bahasa Indonesia di luar negeri, seringkali pengajar memiliki kesibukan yang sangat banyak. Kesibukan tersebut membuat pengajar bahasa Indonesia tidak sempat mendokumentasikan secara sistematis hasil kegiatan yang telah dilakukan. 

Berbagai program pemerintah telah mewajibkan pelaksana tugas pengajar bahasa Indonesia di luar negeri memberikan laporan hasil kegiatan. Tentu saja laporan tersebut merupakan salah satu cara yang sangat efektif untuk menyajikan perkembangan pembelajaran bahasa dan budaya Indonesia di luar negeri. Hanya saja, laporan-laporan tersebut hanya digunakan dalam kalangan terbatas. 

Terlebih lagi jika laporan, berita, ataupun publikasi yang dilakukan menggunakan bahasa-bahasa teknis. Hanya kalangan yang memiliki bekal pengetahuan tentang kebahasaan dan pendidikan saja yang bisa memahami informasi yang disampaikan. 

Adanya keterbatasan-keterbatasan pada laporan, berita, dan publikasi mengenai perkembangan pembelajaran bahasa Indonesia di luar negeri inilah yang membuat saya tertarik untuk menulis buku ini.

Buku yang tidak hanya bisa dibaca oleh peminat bahasa dan peminat pendidikan, tetapi sebuah buku yang bisa dibaca oleh siapa saja sebagai sebuah kisah nyata perjalanan yang dikemas dalam bentuk cerita-cerita sederhana. Buku berjudul Tapak Tilas di Negeri Bambu dan Negeri Bumbu merupakan laporan hasil kerja yang tidak disajikan secara teknik, melainkan ditampilkan dalam bentuk tulisan ringan berbentuk kisah perjalanan yang disertai dengan refleksi interaksi antar-budaya. 

Ada 21 kisah yang menampilkan saya, kolega saya, dan juga mahasiswa saya sebagai tokoh-tokoh dalam cerita nyata tersebut. Ketika menulis setiap artikel dalam kisah ini, saya merasakan apa yang saya tuturkan mengalir begitu saja. 

Artikel-artikel tersebut juga sebagian besar telah saya posting di Kompasiana disertai dengan foto-foto. Tulisan tersebut tentu saja kemudian menjalani proses editing ulang supaya menyatu sebagai sebuah naskah buku. 

Ilustrasi dalam bentuk kata dan kalimat juga harus disesuaikan supaya tampilan suasana dapat dimaknai pembaca dengan menelusuri untaian kata menjadi kalimat dan kalimat menjadi paragraf sampai akhirnya menjadi artikel dan buku. 

Setelah membaca kembali naskah pra cetak, saya cukup tersontak karena tanpa disengaja gaya bertutur dalam buku ini memiliki kemiripan dengan pengembangan cerita dalam sastra-sastra Tiongkok.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline