Hari ini adalah perayaan Peh Cun atau yang juga dikenal sebagai Festival (Mendayung) Kapal Naga (Dragon Boat Festival). Perayaan ini ditandai dengan lomba dayung kapal naga dan juga membuat dan memakan bakcang. Di beberapa daerah di Daratan Tiongkok, keramaian ini masih sangat terasa. Sementara suasana kampus hanya terasa sepi karena memang kuliah diliburkan.
Pagi-pagi sekali, saya sudah mendapat pesan singkat dari paman saya yang tinggal di Jieyang, Propinsi Guandong. Dia bertanya apakah saya sempat datang berkunjung ketika libur musim panas tiba. Selain itu, paman saya juga mengirimkan tiga video singkat keramaian di Jieyang. Terlihat dalam video tersebut sedang ada perlombaan mendayung perahu naga. Suasana dan keramaiannya terasa begitu menyenangkan, walaupun saat sekarang ini cuaca di luar sudah sangat panas.
Di IG keponakan saya juga terlihat postingan ibu saya dan keponakan sedang membuat dan makan bakcang. Saya jadi kangen sekali dengan bakcang buatan ibu. Bakcang buatan ibu merupakan tradisi yang dipelajari dari nenek yang berasal dari Jieyang. Bakcang tersebut tidak banyak berasnya, tetapi lebih banyak isinya. Isinya terutama adalah kacang, jamur, dan daging.
Bakcang tersebut sangat berbeda dengan yang ada di Shaoxing, tempat tinggal saya sekarang. Cara membuat dan rasa bakcang di tempat saya sekarang jauh berbeda dengan buatan rumah. Di sini, bakcangnya lebih banyak berasnya. Isinya juga beraneka ragam. Ada yang hanya diisi dengan kuning telur bebek, daging, kacang merah, kacang hijau, dan biji teratai. Cara memakannya juga sangat berbeda. Bakcang yang berasa asin biasanya dimakan dengan telur asin. Ini tentu saja sangat berbeda dengan tradisi saya di rumah yang justru memakannya dengan saus sambal dan kecap manis.
Beberapa hari yang lalu, pihak kampus sudah memberikan paket bakcang kepada saya. Paket itu terdiri atas 8 buah bakcang dan 12 butir telur asin. Hari ini, mahasiswa saya yang sudah lulus dan sudah bekerja datang berkunjung. Ia juga membawakan saya satu paket bakcang berisi 12 buah dan 24 butir telur asing. Tentu saja tidak mungkin menolak. Tapi yang sekarang menjadi beban pikiran saya adalah, apa yang harus saya lakukan dengan telur asin sebanyak itu?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H