Hendro Setyanto.
Pria kelahiran Semarang pada tanggal 1 Oktober 1973 ini dulunya adalah salah satu dari ribuan alumni Pondok Pesantren Tebuireng yang kini telah sukses. Selama menjadi santri di Pondok Pesantren Tebuireng, ia kurang menyukai ilmu falak karena menurutnya belajar ilmu falak itu memusingkan, harus bisa membaca kitab kuning dan harus banyak menghafal. Namun kehendak berkata lain. Ia malah memilih Jurusan Astronomi di Institut Teknologi Bandung.
Setelah lulus dari Madrasah Aliyah Syalafiyah Syafi'iyah Tebuireng, dia pun tak bercita-cita untuk menekuni dunia astronomi, namun setelah menekuni ilmu itu di dalam dunia perkuliahan akhirnya membuatnya jatuh cinta terhadap dunia astronomi karena menurutnya ilmu itu unik dan selalu membuatnya kagum karena banyaknya rahasia yang disembunyikan oleh semesta.
Pengetahuannya dulu ketika masih menjadi santri---sains itu adalah ilmu yang identik dengan dunia "barat" dan tidak berkaitan erat dengan ilmu falak karena ilmu falak hanya membahas tentang agama. Ia baru tahu bahwa ilmu falak berkaitan erat dengan ilmu agama ketika ia mulai menekuni dunia astronomi di ITB.
"Dulu waktu saya masih belajar di Aliyah Tebuireng, kalau belajar sains itu kesannya pelajaran dari luar, kalau ilmu falak, wah itu kita." pungkasnya. Menurut beliau pola pikir seperti itu harus dihilangkan karena pada dasarnya sains adalah pintu gerbang bagi santri untuk mengeksploitasi ilmu semesta dan ilmu falak pun bisa menjangkau benda-benda langit seperti komet dan gugus bintang.
Semakin luas pengetahuan yang dia dapat mengenai dunia astronomi, semakin membuatnya tertantang untuk terus belajar. Namun di dalam hati kecilnya sebuah pertanyaan muncul, "Apakah masyarakat tahu, khususnya generasi muda---tahu tentang semua keindahan dan rahasia dari ilmu ini?". Pertanyaan itu membuatnya tergugah untuk memulai mimpi kecilnya yaitu mengenalkan alam semesta kepada masyarakat.
Berbekal pengalaman memandu masyarakat di Observatorium Bosscha sejak 1998, Hendro mulai mewujudkan mimpi kecilnya dengan membawa teleskop ke berbagai tempat seperti sekolah-sekolah dan juga ke beberapa masjid. Hal itu membuat namanya dikenal dimana-mana.
Berbagi ilmu astronomi serta melihat antusiasme anak-anak SD yang bersemangat untuk belajar ilmu astronomi dalam berbagai even yang ia kunjungi sangatlah membuatnya bahagia. Namun, ada satu pertanyaan yang kemudian muncul di dalam benaknya. Apakah para siswa di tempat terpencil pernah meneropong dan belajar tentang ilmu astronomi seperti halnya siswa-siswa di daerah perkotaan?
Alhasil, dari pertanyaan yang muncul itulah lahir sebuah ide untuk membawa teropong ke daerah-daerah yang sulit untuk dijangkau. Hendro lalu memutar otak dan lahirlah konsep yaitu observatorium keliling.
Waktu itu yang ada dipikirannya adalah mobil yang dimodifikasi menjadi observatoriumnya, namun yang menjadi kendala yaitu---ia tak mempunyai mobil yang bisa membawa seluruh peralatannya. Dan kurang beruntungnya lagi, ia tak mempunyai dana yang cukup untuk membeli sebuah mobil yang mempunyai kapasitas untuk mengangkut semua peralatannya.
Dimana ada kemauan pasti disitu ada jalan, pepatah bijak itu seakan-akan membuatnya mustahil untuk berputus asa. Akhirnya ia membuat proposal guna mencari dukungan untuk mewujudkan mimpi yang mulia itu.