Lihat ke Halaman Asli

Media dan Kekerasan

Diperbarui: 24 Juni 2015   20:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Seringkali kita mendengar dan melihat sebuah kekerasan di dalam masyarakat entah itu berbentuk visual, verbal, maupun non verbal. Namun jika dipikir lebih dalam apakah kekerasan itu? Kekerasan secara sosiologis merupakan konflik yang melatarbelakangi interaksi yang terdiri dari pelaku dan korban.

Kekerasan tentunya tidak luput dari pandangan media. Media memandang bahwa kekerasan adalah sebuah bahan pemberitaan yang sepatutnya diberikan kepada masyarakat dan masyarakat harus tahu itu. Media dalam memberitakan kekerasan dapat kita lihat seperti dalam hiburan, berita, permainan, film, iklan, bahkan olahraga. Sebagian masyarakat juga menilai bahwa media dalam memberitakan kekerasan merupakan sebuah eksploitasi dari penderitaan manusia.

Tentunya kita sebagai pemirsa ingin tahu mengapa media begitu gencarnya memberitakan kekerasan. Kekerasan dalam pemberitaan media tidak muncul begitu saja, terdapat beberapa faktor mengapa media cenderung memberitakan kekerasan seperti menimbulkan emosi kepada pemirsa, mungkin terdapat persaingan antar media, profit oriented, kebijakan dari pemilik modal, dan terakhir yang paling berpengaruh adalah news value.

Jika ditarik lebih gamblangnya lagi tentang faktor-faktor lain mengapa media cenderung memberitakan kekerasan maka faktor-faktor tersebut adalah:
1. Adanya peluang media untuk mendramatisir kekerasan sehingga lebih menarik pemirsa.
2. Paling mudah ditemui dalam masyarakat kota besar.
3. Terminologi jahat merupakan sesuatu yang laku dijual dalam dunia media.
4. Kasus kekerasan biasanya tidak memiliki analisis lanjut, yang penting diberitakan begitu saja asal pemirsa tertarik.
5. Media sebagai sarana bagi masyarakat untuk menilai sebuah tindakan patut atau tidak patut.
Bagaimana dampak pemberitaan kekerasan dalam media? Berikut merupakan dampaknya
1. Copycats, yaitu peniruan kekerasan oleh pemirsa sebagai hasil apa yang dia lihat dalam pemberitaan media.
2. De sensitizatium effects, yaitu masyarakat akan merasa terbiasa dengan adanya kekerasan akibat media terlalu sering memberitakan kekerasan.
3. Moral panic, yaitu perasaan khawatir pemirsa bila terjadi kekerasan pada dirinya setelah melihat adegan kekerasan.
4. Fear of crime, yaitu perasaan takut pemirsa jika terjadi kejahatan kepada dirinya.
Sebagai media tentunya media harus memiliki standar tertentu agar pemberitaan kekerasan tidak berdampat negatif kepada masyarakat. Adapun standar tersebut seperti penyensoran terhadap gambar atau video yang dinilai vulgar dan tidak layak dipertontonkan. Mengurangi kata-kata atau pembicaraan yang menggambarkan sadisme terhadap sebuah kasus kekerasan dan lain-lain. Tentunya dalam hal ini diperlukan sebuah lembaga yang mengawasi secara ketat tentang pemberitaan kekerasan oleh media seperti Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sebagai contohnya.

Selain media harus membatasi pemberitaan kekerasan agar tidak terkesan vulgar maka dari konsumen atau pemirsa harus ikut berbenah. Dalam ilmu komunikasi menyebutkan bahwa terdapat 3 macam pemirsa dalam menyikapi sebuah pemberitaan media yaitu:
1. Oppositional reader, yaitu pemirsa yang selalu menolak segala pemberitaan media terutama nilai-nilai yang ditransmisikan oleh media.
2. Dominan reader, yaitu pemirsa yang tidak kritis dan cenderung mengikuti apa yang diberitakan oleh media. Tipe ini sangat cocok bagi masyarkat Indonesia yang begitu mudah hanyut dalam pemberitaan media.
3. Negotiate reader, yaitu pemirsa yang kritis dan cenderung selektif dalam melihat pemberitaan media. Pemirsa ini biasanya melakukan klarifikasi sendiri dan menguji kebenaran yang diberitakan media. Ini adalah tipe pemirsa yang ideal dan patut dicontoh untuk masyarakat Indonesia.

Pada intinya media dan kekerasan merupakan sebuah timbangan dimana timbangan tersebut harus terdapat sebuah titik keseimbangan / equlibrium antara media dan pemirsa. Media sebagai pemberita harus bertanggung jawab dan memiliki pedoman agar pemberitaan tidak terkesan vulgar dan berdampak buruk kepada masyakat. Kepada pemirsa juga diharapkan agar lebih kritis dalam menanggapi pemberitaan media agar dapat menyikapinya secara bijak.

*Tulisan ini merupakan resume persentasi kelompok 1 perkuliahan newsmaking criminology beserta tambahan dari dosen penulis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline