Setiap malam tiba, suasana mencekam begitu mencengkram. Royan, seorang guru tugas dari pesantrennya setiap tengah malam kadang mendengar isak tangis merintih lirih, kadang tertawa ceikikikan mengerikan, menggema seantero pesantren!
***
"Waktu malam itu suara apa ya? ada yang kedengeran?." Royan melemparkan pertanyaan pada muridnya, persis sebelum ia memulai pelajarannya. Sebenarnya ia tahu, tapi hanya ingin memastikan saja.
" Oh, itu biasa pak! Setiap tanggal ganjil memang akan terdengar itu. Tertawa. Baru kalau setiap tanggal 15 suaranya berubah menangis." Ayla, gadis putih langsat itu angkat suara. Murid yang lain cuma mengangguk, membenarkan apa yang Ayla ucapkan barusan. Royan menelan ludah. Ia baru tahu akan fakta ini.
Ini jelas bukan amanah yang ringan. Menjadi guru tugas saja beratnya minta ampun. Apalagi ditempatkan di pulau bawean yang terpencil. Jauh dari hiruk-pikuk masyarakat.
Ditambah kyai-ku di sini jarang pulang ke pesantren. Beliau sering bepergian. Karena santri di sini cuma empat puluh orang yang kesemuanya perempuan, beliau bisa pasrah sepenuhnya pada saya dengan ditemani keluarga beliau sendiri.
Sebenarnya bukan itu yang aku risaukan. Tapi suara yang terdengar ganjil di setiap tanggal ganjil pada tengah malam-lah yang membuat-ku sampai saat ini hampir gila setengah mati!
***
Sudah ku-katakan kalau tempat tugasku terpencil dan dikelilingi oleh pohon yang menjulang tinggi. Di belakang asrama hanya ilalang yang bergoyang sejauh mata memandang. geografis dari pesantren ini pun meninggi. Bilik khusus untuk-ku tepat berada di bawah. Sedangkan asrama santriwati dan dalem kyai berada di paling atas.
Tepat di samping bilik-ku adalah ruangan kosong yang sudah tak terpakai. Tiada lampu dan tiada kehidupan kecuali kelelawar yang mencicit di malam hari. Kalau kalian membuka jendela kamar-ku, maka panorama sungai jernih yang akan terlihat.