Lihat ke Halaman Asli

Muhammad AlFarobi

Penulis mencoba memberikan tulisan tentang pendidikan melalui berbagai sudut pandang

Buat Apa Belajar Agama, yang Penting Punya Jamaah

Diperbarui: 14 September 2019   09:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber: ayobandung.com

Di era milenial ini, kehidupan manusia akan di manjakan dengan dengan majunya teknologi dan alat komunikasi. Dengan smartphon beserta kecanggihan fitur-fiturnya setiap orang dapat merekam apa saja  yang dilakukan dalam kehidupannya baik itu penting atau tidak, baik itu berfaidah ataupun unfaidah, atau sekedar mendokumentasikan moment-momentnya.

Kecanggihan fitur-fitur dalam smartphon, di dukung dengan aplikasi-aplikasi media sosial seperti Whatsapp, instagram, twitter, ataupun lainnya yang sehingga netizen dapat menshare kehidupan, pola pikir bahkan cara pandangnya. Semakin menarik pola pikir seseorang, semakin memberi perhatian cara pandang seseorang maka semakin banyak pula followernya.

Netizen, atau bisa di artikan pengguna media sosial, bukanlah pelajar, pemuda, ataupun pembisnis saja, akan tetapi siapapun yang berminat dengan modal smartphone bisa menjadi netizen. Inilah yang sering dimanfaatkan oleh para ustadz untuk mendakwahkan agama sebagai langkah untuk memudahkan dan menyebarkan ajaran-ajaran Rasulullah SAW.

Berdakwah melalui media sosial merupakan salah satu langkah tepat dan baik seiring semakin maraknya pengguna. Media sosial yang tidak di imbangi dengan dakwah-dakwah religi maka pengkikisan karakter anak bangsa semakin merajalela seiring dengan tersebarnya hoax, adu domba ataupun quotes unfaedah. Selain itu, para netizen pun lebih mudah mendapatkan siraman rohani, motivasi, dan quotes dari para ustadz yang di follow atau subcrebd.

Akan tetapi, tak jarang orang yang tidak mempunyai kredibel keilmuan Islam memanfaatkan media sosial, berlagak seperti ustadz yang penting ucapannya menarik pemuda, berbakat dalam public speaking, asal banyak followernya jadilah ustadz. 

Mereka lupa akan apa yang di ungkapnya tidak berdasar pada Al-Qur'an, Hadits, maupun hasil ijtihad ulama, sehingga bisa menjadi polemik di masyarakat, "yang penting diminati dan di like sama followers" ungkapnya.

Kemampuannya dalam public speaking menjadi senjata utama untuk mengolah setiap kata. Setiap perkataan di kemas seindah mungkin di hiasi dengan bumbu-bumbu agama, di kaitkan dengan kehidupan pemuda sehingga apa yang di ungkapkan menjadi quotes dan kalam bijak. 

Quotes-quotes milenial yang cocok bagi kehidupan para remaja mengundang perhatian publik khususnya bagi pemuda yang ingin tahu tentang agama Islam.

Masih teriang di telinga telah viral ceramah seorang ustadz yang baru naik daun yang mengatakan "merayakan maulid Nabi Muhammad SAW. sama saja memperingati kesesatan Nabi. Ustadz yang mengaku tidak pernah mengenyam pendidikan di pesantren ini lalu hijrah berlandaskan atas QS. Adh-Dhuha ayat 7, berbunyi:

Sang ustadz mengartikan "ketika Allah mendapatimu dalam keadaan sesat, lalu Allah memberimu petunjuk" ustadz mengartikan kata dlollan sebagai sesat. Dari terjemahan kemenag saja sangat jauh "dan Ia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Ia memberikan petunjuk" apalagi dengan penafsiran seperti dalam tafsir Jalalain, tafsir Ibnu Katsirr, Ath --Thabbari, ataupun lainnya.

Dan belum lama ada seorang ustadz yang mencoba mengkritik tentang pelarangan memanggil orang selain islam dengan sebutan non-muslim. Beliau mengatakan bahwa asal kata kafir dari kaffara yukaffiru kufran. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline