Sejak manusia tercipta di dunia, dapat berpikir dengan nalar adalah salah satu anugrah karena nalar merupakan pembeda antara manusia dan mahluk lainnya. Manusia sejatinya menjadi mahluk paling berakal, beradab, dan paling teratur. Dengan akal budinya, manusia mampu mengoordinasikan pikiran menjadi suatu visi dalam kehidupan. Tentu untuk menyelaraskannya manusia membutuhkan pendidikan sebagai fundamental berpikir dalam menjalani kehidupan, baik itu pendidikan akademik maupun karakter.
Oleh karena itu, pendidikan karakter adalah modal utama dalam membentuk generasi yang unggul. Ketika sekolah formal fokus dalam pendidikan akademik, di sisi lain pendidikan karakter juga perlu ditekankan agar generasi selanjutnya memiliki kecerdasan emosional dan juga rasa empati yang tinggi. Maka untuk kebaikan negeri ini, kita membutuhkan pendidikan moral agar tercipta kondisi masyarakat yang harmonis dan dapat bekerja sama dalam segala bidang terutama berbangsa dan bernegara.
Tentunya akan sulit menyesuaikan cara berpikir di negara yang masyarakatnya mempunyai pemikiran yang beraneka ragam. Dengan demikian, hal ini menjadi tanggung jawab bersama baik untuk pemerintah maupun unsur masyarakat untuk mewujudkan negara yang beradab, bermoral, dan menjunjung tinggi kejujuran.
Moral di Indonesia sendiri sudah masuk ke dalam kategori di bawah rata rata. Sangat disayangkan perilaku kurang terpuji masih banyak dilakukan oleh orang orang yang kekurangan moral maupun spiritual dalam emosinya. Salah satu contohnya adalah kasus kekerasan terhadap anak. Menurut data yang diambil dari Pusat Data dan Informasi Komnas Anak (PUSDATIN KOMNAS ANAK) pada tahun 2015, pelaku kejahatan terhadap anak 38% berada di ruang publik dan 62% berada di lingkungan keluarga dan sekolah. Berikut merupakan grafik kasus kekerasan terhadap anak sejak 2010 hingga 2015 :
Data yang terus meningkat inilah menjadi salah satu akibat krisisnya pendidikan moral. Tidak hanya tentang kekerasan terhadap anak saja, tetapi kasus seperti korupsi pun marak dilakukan. Kita ambil saja contoh kasus korupsi pengadaan bansos yang baru ini terjadi, tentu kalian mengetahui untuk duduk di bangku pemerintahan bukan lah orang yang biasa saja, penyebab mereka berani melakukan korupsi bukan semata mata kekurangan pendidikan akademik. Sudah pasti mereka orang orang yang berpendidikan dan baik dalam akademik ataupun teori. Namun, dalam mengimplementasikannya mereka telah menyimpang dari amanah. Dengan demikian, bukti bahwa Indonesia bukan kekurangan orang cerdas melainkan kekurangan orang yang jujur, menurut saya adalah benar.
Dalam pelaksanaan pendidikan moral yang saya telah jalani mulai dari SD, SMP dan SMA, saya merasakan bahwa arahan pendidikan terhadap moralnya masih kurang. Berdasarkan pengalaman saya, pendidikan moral yang diberi hanya kalimat imperatif "jangan ini, jangan itu", melarang tanpa dijelaskan sebab akibatnya merupakan hal yang kurang efektif. Tes kepribadian pun hanya sekadar formalitas belaka, tidak ditindak lanjuti. Sehingga, murid merasa bahwa pendidikan akademik lebih penting daripada moral dan karakter, dari pemikiran inilah timbul rasa egois ,ingin menang sendiri, hingga menghalalkan segala cara yang tentunya dikemudian hari orang yang memiliki pemikiran seperti ini jika terus dibiarkan menjadi ancaman tersendiri untuk masyarakat.
Dari penjelasan yang telah dijabarkan dari artikel ini, kita dapat menuliskan sebuah kesimpulan yakni pendidikan karakter tidak dapat disepelekan, sudah semestinya lebih ditekankan. Pendidikan akademik sepatutnya berdampingan dengan pendidikan karakter. Mengasah moral, memperkuat toleransi dan empati, akan menjadi bekal yang cukup untuk generasi selanjutnya yang unggul dan berbudaya serta berakal. Dengan demikian, Indonesia akan menjadi negara yang beradab, ini semua merupakan tanggung jawab seluruh lapisan masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H