Lihat ke Halaman Asli

Infotainment Mendidikkah ?

Diperbarui: 24 Juni 2015   08:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Bahasa yang ringan dengan intonasi suara yang menggelitik rasa ingin tahu, membuat infotainment selalu menjadi tayangan yang dinanti-nantikan oleh para konsumerisme hedonis masa kini. Infotainment sendiri menurut Iswandi Syahputra dalam bukunya rezim media, merupakan kemasan acara yang bersifat informatif namun dibungkus dan disisipi dengan entertainment untuk menarik perhatian khalayak, sehingga informasi sebagai pesan utamanya dapat diterima.

Di Indonesia sendiri, infotainment menyajikan tentang hal-hal yang tidak lazim terjadi, kehidupan pribadi selebriti, gaya hidup, sampai kebiasaan baik atau buruk selebriti, yang dipublikisasi kepada khalyak. Berita yang segar dan gaya penyampaiannya yang ringan ini, membuat infotainment dalam perjalannanya berkembang sangat pesat. Pesatnya perkambangan infotainment ini berakibat pada perubahan pola konsumsi publik sehari-harinya.

Sejak munculnya infotainment pada tahun 1994 sampai tahun 2006 hasil survei Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menyatakan bahwa tayangan infotainment telah mengisi 63 persen tayangan televisi Indonesia, sedangkan saat ini tak kurang dari 26 acara infotainment, dalam sehari tersuguh 15 samapai 20 tayangan infotainment pada sejumlah stasiun televisi. Dalam seminggu tak kurang dari 116 tayangan infotainment disuguhkan (Syahputra, 2013 : 98-101).

Infotainment merupakan salah satu jenis acara yang mendominasi selain sinetron, mulai dini hari sampai petang, hampir tidak ada stasiun televisi yang luput menayangkan infotainment. Menurut hemat saya, infotainment dapat disebut juga sebagai media hegemoni yang efektif dalam mempengaruhi gaya hidup konsumerisme hedonis masa kini. Lewat infotainment masyarakat mulai belajar tentang kebiasaan keartisan yang konsumtif, glamor, dan berfoya-foya. Tidak jarang masyarakat yang fanatik terhadap seorang selebriti, menempatkan idolanya tersebut sebagai kiblat hidup, yang akan diikuti mulai dari fashion, kebiasaan, gaya hidup, dan segala hal yang berkenaan dengan idolanya tersebut. Dan untuk mendapatkan hal-hal yang diinginkan para fanatik ini rela terjerumus ke dalam prektek prostitusi dan narkoba, karena kebutuhannya akan materi untuk mengikuti trend yang sedang menjamur.

Infotainment yang esensinya terdiri dari informasi dan entertainment yang seimbang, dalam kenyataannya malah berbeda. Substansi dari infotainment dewasa ini, lebih banyak mengandung hiburan daripada informasi yang dapat ditangkap oleh khalayak. Untuk memenuhi kapitalisme pertelevisian yang haus akan keuntungan, stasiun-stasiun televisi serasa dininabobokan sehingga lupa terhadap pentingnya menyajikan program-program informasi yang kredibel dan berkualitas bagi audiens. Isi infotainment hanya berkutat mengenai berita-berita baru selebriti tanah air, yang masih simpang siur masalah kefaktaannya. Menonton infotainment akan menimbulkan kecenderungan masyarakat untuk bergosip, membicarakan hal-hal yang masih melayang-layang, membicarakan aib dari kehidupan pribadi seseorang, yang seharusnya tetap menjadi hal yang privat bukan malah dipublikisasi, dijadikan pengetahuan umum seluruh lapisan masyarakat. Menikmatinya hanya akan menghabis-habiskan waktu kita, tanpa mendatangkan suatu manfaat pun.

Apakah televisi yang selama ini diunggul-unggulkan sebagai media multi fungsi (audio-visual) yang mudah diakses anak-anak, tanpa harus belajar bahasa dalam program televisi ini, yang akan mengradasi moral anak-anak bangsa masa kini dengan kualitas program tayangannya yang buruk. Melahirkan penerus-penerus bangsa yang sejak dini sudah akrab dengan istilah caci makian, kawin cerai, istri simpanan, nikah siri, belanja, mobil, motor, gadget, dan segala yang berhubungan dengan perilaku konsumerisme hedonis yang sengaja atau tidak sengaja mereka tonton. Akan dibawa kemana, masa depan bangsa ini.

Infotainment hanya satu dari sekian puluh acara televisi yang tidak mendidik. Infotainment perlu direkonstruksi ulang, apabila masih ingin dikategorikan sebagai program televisi yang mendidik dan layak untuk ditonton. Program televisi yang membawa kemajuan untuk bangsa bukan malah membobrokan moral bangsa, menimbulkan sakit sejarah, dan melukai identitas bangsa sendiri.

Jika memang pihak pertelevisian sudah tidak dapat menyaring apa yang layak ditayangkan dan tidak layak ditayangkan untuk masyarakat, dan pemerintah juga sudah menyerah mengatur perundang-undangan untuk para kapitalisme pertelevisian yang menutup mata karena keuntungan, sehingga malah ikut terjun dalam rimba kapitalisme yang semakin lebat dan subur, saatnya kita masyarakat bergerak. Dari keluarga sendiri, orangtua mulai memilah dan memilih program-program televisi yang cocok untuk putra putrinya. Program yang memuat manfaat dan nilai pendidikan. Putra putri perlu diberikan pengertian tentang peringatan program-program televisi yang layak mereka tonton, peringatan inidapat dilihat dari tulisan singkat di televisi, yaitu semua umur (SU), bimbingan orangtua (BO), remaja (R), remaja dan bimbingan orangtua (R-BO), dan dewasa (D).

Apabila nilai-nilai moral terus diajarkan dan dicontohkan pada anak. Orang tua lebih aktif serta intens membimbing dan mendidik mereka dalam konteks acara-acara televisi maupun berbagai hal yang mengandung nilai edukasi, maka dapat dimungkinkan nilai-nilai moral tersebut akan terinternalisasi pada diri mereka, dan dengan sendirinya, lambat laun mereka dengan senang hati akan melakukan kebiasaan-kebiasaan baik, sehingga berkembang menjadi sebuah watak atau karakter diri.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline