[caption id="attachment_286529" align="aligncenter" width="619" caption="Foto : Olahan daging ikan paimo (Fried Arapaima)"][/caption]
Daging ikan memang lazim dikonsumsi, tapi bagaimana dengan mengkonsumsi daging ikan senilai 750 juta rupiah, atau jika didollarkan berkisar sampai 75.000 US dollar ? Pasti memunculkan sensasi yang berbeda-beda dikalangan masyarakat.
Seperti yang terjadi pada Hari Raya Idul Qurban tahun ini, tepatnya tanggal 18 Oktober 2013. Dikampung Plosokuning, kelurahan Minomartani, kecamatan Ngaglik, kabupaten Sleman, provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, terjadi kejadian yang sangat unik. Seorang dermawan membagi-bagikankan daging ikan untuk dikonsumsi. Warga kampung yang biasanya hanya mendapatkan daging sapi dan daging kambing, tahun ini memperoleh tambahan berupa daging ikan. Uniknya daging ikan yang dibagikan, hanya berasal dari dua ekor ikan saja, yang satu ikannya bernilai 750 juta rupiah.
[caption id="attachment_286610" align="aligncenter" width="605" caption="Foto : Ikan Paimo yang mati karena mengalami stress dan kelebihan makanan, akibat pengunjung terlalu ramai dan sering memaksa untuk memberikan makan diluar jadwal makannya. (Diawetkan dengan es batu agar tetap segar)"]
[/caption]
Paimo, biasanya warga sekitar menyebutnya. Ikan ini bernama latin Arapaima gigas, atau biasa dikenal dengan sebutan Arapaima, Pirarucu, atau Paiche, adalah jenis ikan air tawar terbesar di dunia, yang berasal dari perairan daerah tropis Amerika Selatan, lebih sepesifik lagi berasal dari Sungai Amazon, sekitar lembah Amazon. Paimo di Plosokuning, yang berukuran panjang ± 2,3 meter dengan berat ± 130 kilo gram ini, mengalami stress dan kelebihan makanan, akibat pengunjung terlalu ramai dan sering memaksa untuk memberikan makan diluar jadwal makannya. Dalam sehari, Paimo makan ± 4 kilo gram ikan segar, tetapi karena pengunjung ingin melihat proses saat diberi makan yang sensasinya seperti petasan meledak, dikarenakan badannya yang raksasa melompat keluar dari air, dan menimbulkan suara seperti ledakan, dalam sehari paimo ini bisa makan ± 5-7 kilo gram ikan segar. Sehingga setelah sekian tahun, ikan ini menjadi primadona wisata fauna di daerah Sleman, tanggal 17 Oktober 2013 lalu ikan paimo ini mati.
Dua ekor ikan ini selalu bersama, mulai dari saat dipindahkan ke jogja, evakuasi dari kolam ke kolam, sampai pada saat matinnya pun bersama. Sebelum mati ikan ini sempat ditawar orang dengan harga 750 juta, tetapi oleh pemiliknya tidak dijual, karena sudah sangat sayang pada ikan ini, warga masyarakat pun juga sudah merasa memiliki ikan tersebut, sebagai identitas dan kebanggaan desa. Rencananya, dua ikan ini kulitnya akan diawetkan untuk di pajang di rumah tuannya, dan yang satu lagi disumbangkan ke museum di daerah Yogyakarta. Sedangkan dagingnya dibagi-bagikan kepada seluruh warga kampung Plosokuning.
Dari wawancara yang saya lakukan dengan warga kampung yang memperoleh daging ikan paimo tersebut menuturkan bahwa “Dagignya seperti daging ikan salmon, seratnya lembut dan warnanya sangat segar, seperti daging ikan di restaurant jepang.” Kata mbak Dhiyan salah seorang warga. Ada juga warga yang sudah mengolah daging ikan paimodengan digoreng alakadarnya, dan memberikan komentar tentang rasanya “Daging ikan paimo rasannya seperti daging ikan gurameh, tapi teksturnya lebih lembut dan tidak ada durinya, mungkin kalau diolah dengan teknik yang lebih bagus, rasanya akan lebih enak.” Kata Mbak Salma, seorang karyawan swasta di Jogja. Dan masih banyak juga warga yang ragu-ragu untuk mengolah dan mencicipi cita rasa dari ikan raksasa yang sangat mahal harganya itu. Entah karena takut pada ukurannya yang raksasa, atau tidak sampai hati karena harganya yang sangat mahal.
Agar kejadian seperti ini tidak terulang kembali, kita sebagai makhluk yang memiliki akal, sekaligus ciptaan Tuhan yang paling sempurna, bijak kiranya untuk menjaga kelangsungan hidup sesama makhluk Tuhan yang lain, saling merawat untuk menciptakan keseimbangan alam. Melestarikan kekayaan-kekayaan ragam flora fauna di dunia ini, supaya dapat dinikmati oleh generasi-generasi kita selanjutnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H